Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Resto Cepat Saji

14 Mei 2021   21:28 Diperbarui: 15 Mei 2021   19:09 236
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Kami berjalan lebih cepat, tapi karena kami gadis yang baik, kami balas tersenyum. Cowok yang ingin kami jumpai di Holysteak sudah tidak lagi bekerja di sana. Kami lupa ke kamar kecil, atau begitulah pengakuan kami, jadi kami berjongkok di balik belukar dan buang air kecil bersama. Kami buang air kecil kapan saja di mana saja selama musim liburan.

***

Akhir pekan, kami melarikan diri ke Anyer untuk membiarkan matahari dan pasir mengelupas membakar kulit. Anak-anak peselancar berputar-putar seperti burung gagak, terpikat oleh anting-anting perak kami, kulit kami yang cokelat, dan rokok kretek. Kami berbohong dan mengatakan kami akan menghadiri pesta  Mereka, padahal kami tidak ingin. 

Ketika Jovanka menunjukkan lesung pipi dan logat Sunda palsu, dua pria dalam mobil VW Combi membelikan kami bir kaleng. Perlu dua jam untuk kembali ke yempat tenda kami di Pasir Putih Sirih, tetapi Jovanka mengemudi VW Camat Sony melaju dengan kecepatan di atas seratus kilometer per jam untuk menghemat waktu, jadi kami bisa lebih cepat meletakkan kaleng Heineken kosong kami di atas meja piknik, dan tertawa terbahak-bahak ketika kami menjatuhkannya dengan lemparan batu. 

Tengah malam aku terbangun di tenda yang terbang ditiup angin laut, berpikir-apa makna sepi? Aku bertanya kepada bintang-bintang, apakah kebebasan itu?-dan kemudian berbaring beradu punggung dengan Jovanka dan tidur.

***

Siang hari, aku menyerahkan pesanan lantatur kepada seorang cowok dalam Fiat Uno. Dia tidak memakai celana dalam, bolanya menonjol dari bawah celana pencek nilon yang longgar. 

Malam hari, aku dan teman-teman merokok di tribun Istora Senayan, sambil mengembus gelembung sabun, menanti Sigur Ros keluar dan melambai, kemilau bermandikan cahaya, kulit pucat lambang kebebasan. Rambut kami kusut masai lengket beminyak. 

Seorang gadis gotik yang pernah kukenal terlihat tua. Kulit kepalanya yang kusam terlihat melalui rambutnya yang diwarnai hitam, dan pacarnya bergigi hitam berjalan terhuyung-huyung. 

Betisku bengkak karena berdiri terlalu lama di Carribean Burger. Menunggu konser dimulai, setiap gelembung sabun meletus mengepulkan asap, seperti kejutan murahan pesulap. Aku ingin berpikir cowok di lantarun tadi tidak bermaksud untuk meggodaku. Aku lebih suka membayangkan dia kehabisan celana dalam bersih.

***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun