Mohon tunggu...
Ikhwanul Halim
Ikhwanul Halim Mohon Tunggu... Editor - Penyair Majenun

Father. Husband. Totally awesome geek. Urban nomad. Sinner. Skepticist. Believer. Great pretender. Truth seeker. Publisher. Author. Writer. Editor. Psychopoet. Space dreamer. https://web.facebook.com/PimediaPublishing/ WA: +62 821 6779 2955

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Mesin Peramal

17 Juni 2019   12:56 Diperbarui: 17 Juni 2019   13:06 1058
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Saya tidak menginginkan emas itu," kata saya, dan dia menarik pelatuknya.

Bunyi 'klik' terdengar. Saya sudah menggenggam batu di tangan ketika saya menerjang dan menjatuhkan Viktor ke tanah. Batu itu saya hunjam ke kepalanya tapi dia berguling menghindar dan batu itu menghantam lantai batu. Seperti saya katakan, dia jauh lebih cepat.

Dia menarik pelatuk untuk kedua kalinya. Klik. Pada saat itu saya sudah berlari ke terowongan gua yang gelap.Saya ingat dengan baik sekali labirin gua ini.

Derap suara kaki Viktor bergema di belakang saya. Satu menit lagi tubuh saya akan tampak sebagai siluet olehnya, disebabkan sinar matahari dari lubang di langit-langit yang jadi pintu keluar masuk. Namun sebelumnya saya telah menandai sebuah celah yang tersembunyi oleh bebatuan, jadi saya segera berbelok dan menyelinap di antara celah-celah sempit.

Saya sampai di sebuah ruangan kecil yang hanya cukup ruang untuk berdiri tegak. Dindingnya yang gelap akan menyembunyikan keberadaan saya selama saya benar-benar diam mematung, meski saya merasa Viktor seperti berada di samping saya, menggeram seperti anjing gila.

Dan disitulah saya menunggu.

Di luar terowongan Viktor mondar-mandir. Dia tahu saya ada di suatu tempat. Dia tahu, cepat atau lambat dia akan menemukan saya.

Sementara saya bisa beristirahat dulu.

Mungkin saya bisa mengalahkannya.

***

Kami bertemu suatu malam di Las Vegas, saat saya menghadiri konvensi penemu. Minum sedikit, bicara sedikit, minum lagi, dan kemudian kami bicara sampai matahari terbit. Malam itu saya menceritakan padanya tentang Mesin Analisis.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun