Mohon tunggu...
Andi Ronaldo Marbun
Andi Ronaldo Marbun Mohon Tunggu... Lainnya - Detektif informasi, pemintal cerita, dan pemuja mise-en-scène

Everyone says that words can hurt. But have they ever been hurt by the deafening silence? It lingers like the awkward echo after a bad joke, leaving you wondering if you've been forgotten, ostracized, or simply become so utterly uninteresting that even crickets find your company unbearable.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Sektor Keuangan Indonesia: Mesin Tersembunyi yang Menggerakkan Deforestasi dan Hilangnya Biodiversitas

28 Maret 2024   11:02 Diperbarui: 28 Maret 2024   11:02 77
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi Deforestasi (Sumber: Forests & Finance)

Pertumbuhan ekonomi Indonesia telah mendorong bank-bank nasional menuju garis depan di Asia Tenggara. Akan tetapi, di balik kisah perkembangan yang mengesankan ini terdapat kontradiksi yang mendalam. Terlepas dari cita-cita ambisius Indonesia untuk mengurangi emisi, menghentikan deforestasi, dan melindungi keanekaragaman hayati, lembaga keuangan Indonesia tetap menjadi pemodal utama sektor-sektor yang justru menghancurkan hutan bangsa dan memicu kehilangan biodiversitas. Artikel ini secara kritis mengkaji ketidakselarasan mendasar ini, mengungkap skala masalah, kegagalan perlindungan tanggung jawab lingkungan, sosial, dan tata kekola (ESG), kelemahan dalam lingkungan peraturan domestik, serta meningkatnya risiko yang mengancam kemakmuran jangka panjang Indonesia dan tempatnya di dunia yang semakin sadar iklim.

Kebangkitan Deforestasi: Perusahaan Bayangan dan Pengawasan Perbankan yang Lemah

Meskipun Indonesia telah membuat langkah dalam mengurangi tingkat deforestasi secara keseluruhan dalam beberapa tahun terakhir, tren yang mengkhawatirkan telah muncul. Deforestasi terkait dengan sektor pulp & paper dan kelapa sawit telah mengalami peningkatan yang signifikan. Data mengungkapkan peningkatan lima kali lipat dalam deforestasi untuk perkebunan pulp pada tahun 2022 dibandingkan dengan tahun 2017, dengan Provinsi Riau saja mengalami lonjakan deforestasi sebesar 69% pada tahun 2023 dibandingkan dengan rata-rata baru-baru ini. Kebangkitan ini mengungkapkan perubahan taktik -- hilangnya hutan yang utamanya sekarang dilakukan oleh 'perusahaan bayangan' dengan kepemilikan yang tidak jelas dan struktur perusahaan yang kompleks. Entitas-entitas ini seringkali memiliki hubungan dengan kelompok korporasi besar dan terkenal, memungkinkan perusahaan-perusahaan tersebut untuk menghindari tanggung jawab dan menghindari komitmen Tanpa Deforestasi, Tanpa Gambut, Tanpa Eksploitasi (NDPE).

Pemodal yang kemungkinan membiayai operasi bayangan ini terdiri dari bank-bank domestik Indonesia. Dalam periode antara 2016 hingga September 2023, lembaga-lembaga jasa keuangan Indonesia menyediakan sekitar $30,5 miliar atau setara Rp483 triliun (40%) dari kredit yang mengalir ke sektor-sektor dengan risiko hutan paling besar di negara Indonesia: kelapa sawit, pulp & paper, karet, dan kayu. Pembiayaan ini terkonsentrasi secara mengkhawatirkan pada Sinar Mas Group, konglomerat besar di bidang pulp & paper (Asia Pulp & Paper) dan kelapa sawit (Golden Agri Resources) yang menerima 38% dari kredit yang teridentifikasi, menyoroti pengaruh dan eksposur sektor perbankan Indonesia yang sangat besar terhadap sejumlah aktor pengrusakan lingkungan.

15 Keditor terbesar, per komoditas (2016-September 2023; dalam USD miliar), Sumber: Forests & Finance
15 Keditor terbesar, per komoditas (2016-September 2023; dalam USD miliar), Sumber: Forests & Finance

Kekhawatiran seputar pembiayaan deforestasi juga semakin diperparah oleh peran investor internasional yang memegang obligasi dan saham senilai $11 miliar atau setara Rp174 triliun yang dikeluarkan oleh perusahaan-perusahaan yang aktif pada komoditas berisiko hutan di Indonesia. Sebagian besar dari investasi tersebut terkait dengan korporasi pada industri minyak kelapa sawit, terhitung lebih dari 90% ($10 miliar atau setara Rp158 triliun) dan sekitar 5% lainnya pada pulp & paper ($540 juta atau setara Rp8,57 triliun) dan 3% untuk  karet ($324 juta atau setara Rp5,14 triliun).

15 Investor terbesar, per komoditas (September 2023, dalam USD juta), Sumber: Forests & Finance
15 Investor terbesar, per komoditas (September 2023, dalam USD juta), Sumber: Forests & Finance

Kebijakan ESG: Ketinggalan dan Sering Diakali

Bank-bank Indonesia memiliki nilai yang buruk dalam hal kekuatan kebijakan ESG terkait sektor-sektor dengan risiko hutan. Sementara beberapa bank mendapat skor sedikit lebih tinggi pada risiko lingkungan dan tata kelola, kinerja secara keseluruhan tertinggal dari rekan-rekan regional, terutama dalam menangani risiko sosial. Selanjutnya, beberapa bank yang dikendalikan asing, yang merupakan penandatangan kerangka kerja NDPE, memiliki kepemilikan saham yang signifikan di bank-bank Indonesia dengan penerapan komitmen tersebut di tingkat anak perusahaan yang tidak konsisten dan efektif dalam mengurangi pembiayaan deforestasi. Kerentanan utama lainnya juga meliputi kegagalan bank-bank Indonesia untuk menerapkan pendekatan 'kelompok perusahaan' terhadap kebijakan ESG mereka, yang memungkinkan korporasi besar untuk menghindari pengawasan atas kegiatan terlarang yang dilakukan oleh perusahaan bayangan yang terkait dengan operasi mereka, yang pada akhirnya memberikan entitas yang merusak ini jalur bebas dengan kedok identitas perusahaan yang terpisah.

15 Kreditor Terbesar dan Skor Kebijakannya (Sumber: Forests & Finance)
15 Kreditor Terbesar dan Skor Kebijakannya (Sumber: Forests & Finance)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun