Di bawah kaki yang kupijak
Kudengar tanah meraung sedih dan terisak-isak
Ku tak kuat menatap langit
Suara meratap memohon dengan matanya yang sembab
Sebab apa wahai tanah dan langit?Â
Tak kuasa berkataÂ
Tanah dan langit terus saja tunjukkan dukanya
Di tanah yang basah air mata
Tetesan air duka turun dari langitÂ
Buat tubuhku menggigil kedinginan atas duka mendalam
Akulah manusiaÂ
Begitu egoku teriak lantangÂ
Manusia terbaik di antara para mahluk
Apa itu mungkin yang ditangisi sang tanah dan langit?Â
Kutanya sekali lagi
Benarkah kau menangis karena kau tahu manusia mahluk terbaik?Â
Tanah dan langit mengangguk
Jawab saja jangan hanya mengangguk kataku
Tanah berbisik kepada langitÂ
Langit bercerita tersendat sambil terisak
Manusia tetaplah manusia
Semua sifat ada di manusia
Mengapa manusia membunuh manusia?Â
Mengapa manusia memfitnah manusia?Â
Masih banyak lagi yang ku tak kuat sebutkan
Entah apa yang ingin diraih manusia di alam yang fana
Sementara kami terus saksikan perjalanan manusia
Kesombongan mematikan manusia
Kekuasaan menelan dan menenggelamkan manusia
Jutaan tahun kami saksikan semuaÂ
Langit semakin terpukul dan larut di kesedihannyaÂ
Tanah merangkul langit seakan rasakan kepedihan yang sama
Lantas dimana terbaiknya manusia sebagai mahluk?Â
Jiwaku meronta tak kuasa
Bersimpuh di atas tanah
Merenung di bawah langit
Jika manusia mahluk terbaik
Bukankah darah terlarang tumpah atas sesama manusia ?Â
Mengapa fitnah jadi jalan utama capai hasrat?Â
Tak elok ku bercermin
Tak berani mendongakÂ
Menyerahlah wahai manusia seru tanah dan langit
Menyerah dari kesombongan dan kecongkakanÂ
Sadari waktu akan tiba saatnya tak berdetak
(Isk)Â