Mohon tunggu...
Ayah Farras
Ayah Farras Mohon Tunggu... Konsultan - mencoba menulis dengan rasa dan menjadi pesan baik

Tulisan adalah bagian dari personal dan tak terkait dengan institusi dan perusahaan

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Diam Menatap Ratapan Singgasana

4 Mei 2020   21:35 Diperbarui: 4 Mei 2020   21:35 101
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Riuh masih terdengar di kejauhan

Lelah hingga telapak kaki pengap

Teriakan mulai sayup terdengar

Kau berbaju biru dan dia merah ada juga warna gelap pekat

Tak kutanya lagi mereka berbaju warna apa

Acuh kuambil sikap tak memandang


Nampak jelas kau dan dia berbeda

Beda kerakusan..beda tujuan ..segalanya berbeda

Aku tak berbaju..lantas aku bergelayut kemana ?

Tak berbaju sesungguhnya adalah bangsawan sejati

Bangsawan atas segala kerajaan masing-masing

Tak berbaju bukan berarti tak bersiasat

Tak miliki lawan juga tak miliki kawan yang mengabdi pada pertarungan

Kulihat di sana ada singgasana tertawa terbahak-bahak

Saksikan beragam warna saling beradu kepala

Singgasana tak pernah hampiri warna

Namun sungguh jengah lihat tanah selalu berdepak debu tebal

Sesekali terlihat pedang terjatuh berlumur darah diantara debu yang terus bergumpal

Singgasana selalu coba mendekat kepada orang tak berbaju

Perlahan berbisik...lindungi aku

Serdadu politik terus memaksaku untuk bisa diduduki

Aku merintih ..menggigil ketika akhir pertarungan

Diperkosa untuk tunduk diduduki

Kemarilah wahai orang yang tak berbaju

Kulihat ada kesejukan yang kurasakan sekalipun berjauhan

Mendekatlah agar aku menggigil dalam kesejukan lugumu

Aku belum menjawab permintaan singgasana yang terdesak

Aku tahu kau menangis

Aku terhalang dan hanya bisa termangu

Anggur sudah dituang kedalam cawan

Diteguk penyaksi hingga memabukkan

Agar tak terlihat jeritan singgasana yang mulai terkoyak

Beludru tak lagi indah dipandang

Ada debu pertarungan sudah mendekat

Sepakan keras bisa saja jungkalkan singgasana

Teriakan singgasana sudah sayup terdengar

Aku masih bersama orang tak berbaju

Coba menjauh hingga ke bukit yang lebih tinggi

Dari ketinggian bisa kulihat siapa yang berhasil mendudukimu wahai singgasana

Jelas ada yang terkulai dan terluka diantara pertarungan

Singgasana semakin bersedih  dan terus meratap

Singgasana tahu aku bersama orang tak berbaju menjauh

Kini singgasana hanya bisa diam tertunduk diduduki petarung juara

Tawa congkaknya membahana membelah jagad raya

Duka singgasana sangat panjang menanti sang pembebas

Ksatria tak berbaju ...

(Isk)

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun