Mohon tunggu...
Axel Jhon Calfari
Axel Jhon Calfari Mohon Tunggu... Penerjemah - Ilmu Politik 2019, Universitas Brawijaya.

Kekirian, pembelajar, dan semoga tidak cepat pintar. Selamat/suksma/Sukses.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

UU Cipta Kerja Pintu Menuju Kematian Demokrasi?

16 Oktober 2020   00:37 Diperbarui: 16 Oktober 2020   00:51 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Dengan berbagai hasil perumusan RUU Cipta Kerja ternyata dinilai banyak pihak dari kalangan akademisi dan LSM yang menemukan bahwa RUU Cipta Kerja sangat berbahaya apabila dilanjutkan, karena hal tersebut dirasa bukan untuk kepentingan rakyat, akan tetapi untuk kepentingan oligarki.  

Berdasarkan data dari Komnas HAM menyatakan melalui keterangan pers No. 035/Humas/KH/VIII/2020. Bahwa RUU Cipta Kerja akan membutuhkan 516 peraturan pelaksana yang bertumpu pada kekuasaan dan kewenangan lembaga eksekutif, sehingga berpotensi memicu terjadinya penyalahgunaan wewenang (abuse of power) dan tidak sesuai dengan prinsip peraturan perundang-undangan yang sederhana, efektif, dan akuntabel. Hal tersebut diantaranya regulasi ini diantaranya bersifat:[8]

  • Membahayakan keberlanjutan Lingkungan Hidup karena menghapus IMB dan AMDAL tanpa persetujuan atau rekomendasi dari institusi/lembaga terkait.
  • Bersifat diskriminatif, karena lebih menjamin kepentingan sekelompok orang/kelompok pelaku usaha/korporasi sehingga menciderai hak atas persamaan di mata hukum. Karena merubah sanksi pidana menjadi sanksi denda administrasi untuk pelanggaran awal, dimana sanksi pidana penjara baru berlaku apabila sanksi administrasi denda tidak dibayarkan. Hal ini diberlakukan atas: 1) hukum lingkungan; 2) penataan ruang; 3) bangunan gedung; 4) pangan; 5) serta monopoli dan persaingan usaha tidak sehat.

 LBH Jakarta juga merilis kertas kebijakan yang berjudul "Omnibus Law Cipta Kerja: Obsesi Pembangunan yang Merampas Ruang dan Mengorbankan Pekerja". 

Isi dari tulisan tersebut menyoroti dan memberikan rekomendasi terhadap DPR. Berdasarkan UU No. 11 Tahun 2012 yang telah diubah dalam UU No. 15 Tahun 2019, metode Omnibus Law tidak dikenal. Bahkan Omnibus Law dikenal sebagai cara yang tidak-demokratis bahkan despotis oleh berbagai negara.

 Dalam konteks RUU Cipta Kerja, kata LBH, pemerintah harusnya memberikan perlindungan maksimal yang sayangnya piramida kebijakan yang digunakan justru terbalik dengan menempatkan pengusaha pada hierarki proteksi tertinggi sementara menempatkan pekerja pada lapisan terbawah. Namun hingga saat ini pada realitanya Omnibus Law masih dibahas dengan secara tertutup.

Kekuatan Partai Politik Dibalik Ngebutnya Pembahasan Omnibus Law

Seluruh fraksi partai politik di DPR kini mengirim perwakilannya ke panitia kerja (panja) badan legislasi (Baleg) RUU Omnibus Law Cipta Kerja. Kini semua fraksi duduk bareng untuk membicarakan RUU tersebut. 

Sejak awal RUU dibawa ke DPR pada pertengahan April tetap lanjut dibahas hingga sekarang walau timbul banyak kritikan atas banyaknya kejanggalan di RUU tersebut. Pembahasan awal RUU Cipta Kerja tidak diikuti oleh fraksi PKS dan Demokrat yang menganggap RUU tersebut tidak elok apabila dibahas di tengah pandemi.

 Namun seiring waktu, sikap PKS dan Demokrat berubah, yang diawali oleh PKS terlebih dahulu bergabung pada Mei lalu. Hal tersebut dilakukan atas dasar bentuk kesungguhan Fraksi PKS sebagai pertanggungjawaban kepada masyarakat dan hal tersebut disusul oleh Fraksi Demokrat di Baleg DPR dengan alasan ingin memperjuangkan kepentingan rakyat. Hingga saat ini seluruh Fraksi telah satu suara untuk menyelesaikan pembahasan Omnibus Law.

 Airlangga Hartarto selaku Menteri Koordinator Bidang Perekonomian sudah mulai melakukan safari menemui pimpinan-pimpinan parpol semenjak Februari 2020 silam. 

Hal tersebut dimulai pada tanggal 25 Februari 2020 yang menyambangi presiden PKS Sohibul Iman, dil dilanjutkan dengan pada 5 Maret 2020 ke partai Demokrat, 9 Maret 2020 partai Nasdem, 12 Maret 2020 kepada Partai PAN. Safari tersebut dilakukan untuk membahas polemik Omnibus Law dan guuna memuluskan pengesahan di DPR.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun