Mohon tunggu...
Axel Jhon Calfari
Axel Jhon Calfari Mohon Tunggu... Penerjemah - Ilmu Politik 2019, Universitas Brawijaya.

Kekirian, pembelajar, dan semoga tidak cepat pintar. Selamat/suksma/Sukses.

Selanjutnya

Tutup

Hukum Pilihan

UU Cipta Kerja Pintu Menuju Kematian Demokrasi?

16 Oktober 2020   00:37 Diperbarui: 16 Oktober 2020   00:51 602
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hukum. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Pada hari itu, perwakilan kelompok aksi demonstrasi di gedung DPR berhasil menemui perwakilan DPR dan berjanji mau menghentikan pembahasan di masa reses, tapi ternyata itu tidak terjadi. Ini bukti mereka tidak berpihak kepada rakyat yang saat ini berjuang melawan pandemi Covid-19," kata Nining dalam jumpa pers secara daring, Kamis (6/8/2020). [3] 

Lebih lanjut Nining juga mengkritisi bahwa pembahasan RUU Cipta Kerja sangat tertutup. Oleh karena itu DPR sebagai perwakilan rakyat dirasa tidak mengedepankan asas keadilan, demokrasi, dan HAM. 

Hingga pada 11 Agustus 2020 Ketua Panitia Kerja Omnibus Law Rancangan Undang-Undang Cipta Kerja, Supratman Andi Agtas, tetap melanjutkan pembahasan mengenai Omnibus law Cipta Kerja dengan alasan Omnibus Law akan terlantar bertahun-tahun. [4]

Omnibus Law Cipta Kerja Kepentingan yang Mengorbankan Rakyat?

Berdasarkan teori yang dikemukakan oleh George Simmel melalui bukunya "Conflict and The Web of Group Affiliations". 

Menyatakan bahwa keberadaan seseorang, bagaimana dia berpikir dan bertingkat laku akan dipengaruhi oleh keanggotaannya dalam sebuah kelompok. Perintis mazhab interaksionisme simbolis ini ingin mengatakan bahwa sikap, perilaku, cara berpikir, kepentingan dan keberpihakan seseorang akan ditentukan oleh keanggotaan di dalam kelompok.[5]

Dalam konteks Omnibus Law Cipta Kerja, pengusaha tetap satu suara dalam kata "setuju" . Lalu berhadapan dengan buruh di sudut yang berbeda. 

Pengusaha dan buruh, atau dalam bahasa Marx, borjuis dan proletar selalu berada di dalam kutub kepentingan yang berbeda. Pengusaha ingin "untung besar" dengan mengurangi upah dan hak buruh. Sementara buruh ingin "upah layak" dengan mengurangi keuntungan pengusaha.

Para buruh yang tergabung dalam Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menolak Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Ketua Departemen komunikasi dan Media KSPI Kahar Cahyono menjelaskan bahwa buruh khawatir terhadap kemungkinan berlakunya upah per jam seperti rencana pemerintah dalam Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. 

Menurutnya, akan ada pekerja yang berkurang upahnya karena belum lagi kalau sakit, bisa dihitung tidak bekerja. Dan dia juga mengklaim Menko Perekonomian Airlangga Hartarto yang menyatakan buruh telah menerima Omnibus Law yang sudah berdialog 4-5 pertemuan dengan 7 konfederasi.

[6] Beberapa aliansi buruh juga turut menuntut untuk menolak pembahasan RUU Omnibus Law karena dirasa terlalu mementingkan investor dengan mengorbankan perlindungan dan hak-hak buruh. Namun pada 12 Agustus lalu KSPI kembali bergabung dalam pembahasan RUU Omnibus Law Ciptaker dengan beberapa poin keberatan yang mereka bawa seperti pasal pengaturan upah minimum dan batasan kontrak kerja outsourcing.[7]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Hukum Selengkapnya
Lihat Hukum Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun