Mohon tunggu...
A.RN
A.RN Mohon Tunggu... Freelancer - Freelancer

City life enthusiasts

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Yerusalem dan Eksistensi Palestina yang Semakin Pudar

13 Desember 2017   07:37 Diperbarui: 14 Desember 2017   01:18 4031
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Seorang anak Palestina ditangkap pasukan keamanan Israel atas demonstrasi menentang Yerusalem sebagai ibu kota Israel. (sumber foto: instagram/moskharouf)

Duka Palestina belum berakhir, dan justru bertambah. Duka tersebut juga menjadi duka dunia yang menentang penjajahan, politik Apartheid, dan khususnya dunia Islam. Semenjak berdirinya negara Israel pada tahun 1948, wilayah mereka terus tergerus.

Mereka harus menerima kenyataan bahwa dari wilayah yang tersisa tersebut, masih terbagi lagi dalam 3 area administratif (Area A, Area B, Area C). Yang mana diantara ketiga area tersebut, hanya Area A yang benar-benar dikuasai Palestina atau hanya 23% dari keseluruhan area.

Tidak hanya masalah wilayah, mereka juga menghadapi blokade perekonomian, perlakuan hukum yang diskriminatif, pembatasan wilayah perairan bagi nelayan Gaza, status kewarganegaraan yang tidak jelas, tidak boleh memiliki tentara, dan satu-satunya bandar udara yang dimiliki sudah menjadi puing setelah dibom oleh pasukan udara Israel.

Peta administratif Palestina. Tepi barat yang menjadi masa depan kedaulatan Palestina, justru sudah didominasi oleh Israel. yang tersisa hanya 23% dari luas Tepi Barat. (sumber: fox news)
Peta administratif Palestina. Tepi barat yang menjadi masa depan kedaulatan Palestina, justru sudah didominasi oleh Israel. yang tersisa hanya 23% dari luas Tepi Barat. (sumber: fox news)
Baca juga: Masih Terjadi, ini Empat Fakta Menyedihkan Tentang Palestina

Kini Yerusalem, kota yang direncanakan Palestina di wilayah timurnya sebagai ibu kota masa depan mereka, bisa jadi hanya sebuah angan. Setelah presiden Amerika Serikat, Donald Trump mendeklarasikan bahwa Yerusalem adalah ibu kota Israel dan mempersiapkan pemindahan kedutaan besarnya dari Tel Aviv ke Yerusalem.

Pernyataan ini tidak bisa dianggap sepele, pasalnya Israel bersikukuh bahwa Yerusalem adalah kota yang satu dan tidak dapat terbagi. Hal ini memiliki arti bahwa, ketika Yerusalem menjadi ibu kota Israel, maka Yerusalem  Timur juga harus dibawah kekuasaan Israel.


Bahkan dalam pertemuannya di Brussel bersama pemimpin Eropa 11 Desember 2017 lalu, Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa Yerusalem tidak pernah menjadi milik negara lain dan meminta rakyat Palestina untuk menghadapi kenyataan untuk mencapai perdamaian:

Yerusalem selalu selalu menjadi ibu kota Israel. Yerusalem tidak pernah menjadi ibu kota orang lain. Saya pikir semakin cepat orang-orang Palestina menerima kenyataan ini, semakin cepat kita bergerak menuju kedamaian dan inilah mengapa menurut saya pengumuman Presiden Trump begitu bersejarah dan sangat penting untuk perdamaian.

Dia melanjutkan, "Di mana lagi ibu kota Israel?, tentu di Yerusalem".

Berbeda dengan Palestina yang masih mau mengakui Yerusalem Barat sebagai Israel dan hanya akan menempatkan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya suatu saat nanti.

Keputusan ini tentu saja ditentang oleh negara-negara lain khususnya dunia Islam. Uni Eropa, bahkan Inggris tidak setuju oleh klaim Amerika Serikat dan mengupayakan solusi atas dua negara (two state solution). Jika hal ini terwujud, tentu saja menambah ketidakjelasan peran PBB dalam menangani konflik Israel-Palestina.

Yang menjadi polemik adalah, mengapa sejak berdirinya negara Israel hingga pengakuan kota Yerusalem sebagai ibu kota tidak terlepas dari dukungan Amerika Serikat?

Sebagaimana kita tahu bahwa negara yang pertama kali mengakui kemerdekaan Israel adalah Amerika Serikat. Di saat dunia internasional masih perlu diskusi untuk menengahi sengketa kekuasaan di wilayah tersebut pasca runtuhnya Turki Utsmani, Amerika Serikat selalu berada di baris terdepan untuk membela kepentingan Israel. Mengapa dengan mudahnya mengabaikan hak hidup rakyat Palestina yang sudah turun-temurun tinggal di wilayah tersebut?

Akibat penyataan sepihak mereka atas Yerusalem, setidaknya sudah dua orang Palestina terbunuh dalam demonstrasi menolak keputusan itu. Ratusan orang lain terluka, dan ditahan oleh pihak keamanan Israel. 

Klaim Donald Trump yang mengatakan bahwa Israel berhak mendapatkan pengakuan atas kekuasaannya di Yerusalem karena terbukti menjaga perdamaian dan demokrasi di kota suci itu, justru bertentangan dengan keadaan yang ada. 


Situasi Yerusalem semakin tidak kondusif dan pasukan keamanan Israel bahkan berperilaku kasar terhadap pendemo yang kata Trump "demokratis''. 

Dalam hal ini, Amerika Serikat seolah-olah tidak mengindahkan solusi pemimpin negara lain, tidak mau diskusi bersama PBB dan bahkan tidak mengakui keberadaan otoritas Palestina.

Seperti dalam isi pidatonya, presiden Donald Trump tidak menyebut sekali pun kata ''Palestine''. Dia hanya menyebut ''Palestinians'' yang berarti hanya orang-orang Palestina tanpa adanya kedaulatan.

Lihat analisisnya dalam video ini: 

1) Trump said 'Israel' and not 'Palestine', instead just 'the Palestinians'. We break down his Jerusalem speech and try to separate the facts from fiction.

2) Video shows Israeli soldiers using excessive force on protesting Palestinians in occupied territories.

Kini bendera Palestina sudah dilarang berkibar di Yerusalem Timur. Pasukan keamanan Israel bahkan berkeliling untuk mencabut bendera-bendera Palestina dan menangkap siapa saja yang memakai atribut Palestina.

Eksistensi Palestina semakin pudar

Yerusalem Timur adalah area C otoritas Palestina. Namun wilayah ini berada dalam kekuasaan penuh militer Israel. Meski ditentang oleh dunia internasional, di wilayah ini juga dibangun masif perumahan orang-orang Yahudi imigran dan diakui status kewarganegaraannya oleh Israel.

Sementara bagi masyarakat Palestina, meski mendominasi Yerusalem Timur atau area C yang lain. Mereka tidak memiliki status kewarganegaraan. Rumah mereka bisa digeledah dan dihancurkan kapan saja oleh Israel.

Wilayah Yerusalem Timur yang seharusnya dalam kekuasaan Palestina, perlahan didominasi Israel. (Sumber: arunwithaview.wordpress.com)
Wilayah Yerusalem Timur yang seharusnya dalam kekuasaan Palestina, perlahan didominasi Israel. (Sumber: arunwithaview.wordpress.com)
Israel mengatur seluruh aspek kehidupan di wilayah ini dan berwenang untuk menyetop pasokan listrik dan air ke rumah mereka. Warga Palestina tidak bisa berbuat apa-apa.

Klaim Israel tentang Yerusalem yang satu dan tidak dapat terbagi, tidak terlepas dari sejarah masa kejayaan bangsa Yahudi pada 3000 tahun lalu dan tercatat dalam kitab suci Taurat dan Alkitab. 

Baca juga: Deklarasi Balfour, Yerusalem, dan Harapan Selama 2000 Tahun

Namun kini wajah Yerusalem telah berubah. Kekuasaan bangsa Yahudi (kerajaan Israel tua) atas Yerusalem bahkan tidak pernah berlangsung lama. Kota ini telah berpindah kekuasaan berkali-kali dari suku Semit, orang Mesir, Romawi, dan juga Kekaisaran Ottoman. 

Sejarah modern negara Yahudi baru dimulai pada tahun 1947, ketika PBB menyetujui sebuah rencana pembagian untuk Palestina (kemudian di bawah pemerintahan Inggris) menjadi dua negara, satu untuk Yahudi dan satu untuk Arab.

Sementara Yerusalem diberi status sebagai daerah internasional yang dikelola oleh PBB. Namun baik kedua pihak, menolak rencana itu yang menimbulkan konflik hingga tahun 1967. Yang terakhir, dalam perang enam hari Israel merebut Yerusalem termasuk Kota Tua, di mana Kubah Batu dan Masjid al Aqsa - situs suci yang dalam agama Yahudi disebut sebagai Temple mount atau Bait Allah dalam Kekristenan.

Yerusalem, sesuai namanya yang memiliki arti damai, seharusnya menjadi pusat harapan setiap manusia beriman dan toleransi. 

"Saya tidak dapat diam atas kekhawatiran mendalam saya tentang situasi yang telah terjadi beberapa hari terakhir ini, Saya membuat sebuah permohonan yang tulus sehingga semua berkomitmen untuk menghormati status quo kota (Yerusalem), sesuai dengan resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa yang bersangkutan" - Kata Paus Fransiskus, dikutip dari Reuters.

Kini yang tersisa di kota itu adalah kebencian dan menjadi ajang para penguasa yang rakus.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun