Malam itu, langit di atas Old Trafford tampak berat, seolah menyimpan jutaan harapan yang menggantung di udara. Ribuan pasang mata menatap lapangan hijau dengan napas tertahan --- malam ini bukan sekadar pertandingan. Ini adalah pertempuran harga diri, tekad, dan sejarah.
Manchester United melangkah ke rumput suci dengan aura kebesaran yang tetap menyala, meski musim ini penuh lika-liku. Di hadapan mereka, Olympique Lyonnais --- tim yang membawa semangat muda dan keberanian tanpa takut --- siap mengguncang.
Peluit pertama terdengar, dan permainan langsung meledak seperti badai. United mengambil inisiatif, mengalirkan bola dari kaki ke kaki dengan ritme cepat, mencari celah di antara benteng Lyon yang disiplin. Setiap operan, setiap tekel, terasa berat seolah menentukan nasib malam itu.
Di menit ke-27, momen itu akhirnya datang. Luke Shaw, dengan visi jernihnya, melepaskan umpan silang sempurna ke kotak penalti. Di sana, Rasmus Hjlund -- sang striker muda yang haus pembuktian -- menyambar bola dengan sekali sentuhan, menghunjamkan si kulit bundar ke dalam gawang Lyon. Old Trafford meledak. Seisi stadion bergemuruh, seolah menolak lupa siapa mereka sesungguhnya.
Tapi Lyon, seperti singa yang terluka, bangkit. Mereka menolak tunduk tanpa perlawanan. Di menit ke-41, Alexandre Lacazette menggoreskan kisahnya sendiri. Dari jarak 25 meter, ia melepaskan tendangan bebas yang meluncur indah, melewati pagar betis dan menggetarkan jala Andre Onana. Sunyi sesaat melanda stadion sebelum sorakan kecil dari suporter tamu menembus keheningan. Skor kembali imbang. Semuanya harus dimulai dari awal.
Babak kedua berubah menjadi medan pertempuran mental. Di sinilah Erik ten Hag membuktikan naluri tajamnya. Ia memasukkan Alejandro Garnacho --- bocah ajaib dari Argentina yang bermain seolah dunia adalah taman bermainnya. Dan sekali lagi, Old Trafford menjadi saksi lahirnya momen magis.
Di menit ke-68, Garnacho menerima bola di sisi kiri, menggocek dua bek Lyon dengan gerakan lincah, lalu melepaskan tembakan melengkung yang nyaris seperti tarian di udara --- bola bersarang manis di sudut gawang. Gol yang membuat semua berdiri, berteriak, dan tak sedikit yang meneteskan air mata bangga.
Lyon mencoba membalas, tapi malam itu, takdir telah memilih United. Hingga peluit panjang berbunyi, skor 2-1 tak berubah. Manchester United menang --- bukan hanya atas Lyon, tapi juga atas semua keraguan yang sempat menghantui mereka sepanjang musim.
Di ruang konferensi pers, Erik ten Hag berdiri tegak. Wajahnya serius, tapi di matanya terpancar api yang tak bisa dipadamkan.
"Ini bukan hanya soal strategi. Ini tentang hati. Dan malam ini, kami bermain dengan seluruh hati kami," katanya, sederhana, namun membekas.
Malam itu, di bawah langit Old Trafford yang mulai cerah, United dan para pendukungnya kembali mengingatkan dunia: mereka belum selesai menulis sejarah. Perjalanan masih panjang, tapi malam itu, satu babak gemilang telah ditulis --- dengan darah, keringat, dan impian.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI