Pekerjaan menulis dapat disamakan dengan memasak. Kita memerlukan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk membuat masakan yang diinginkan. Kita juga memerlukan alat-alat masak, serta keahlian mengolah bahan-bahan dan menggunakan alat-alat tersebut.
Jika kita adalah koki yang mahir, dengan bahan minim saja mungkin kita bisa mengolahnya menjadi berbagai masakan dengan rasa yang berbeda-beda. Akan tetapi, sepandai-pandainya kita memasak, saat sedang membuat sesuatu tapi ada bahan yang kurang tentu kita harus mencarinya terlebih dahulu. Berbeda jika bahan tersebut telah tersedia sebelumnya, maka akan lebih mudah dan cepat bagi kita menyelesaikan memasak. (Lagi pula, mayoritas penulis, apalagi yang masih pemula, tentu belum mahir-mahir amat, kan?)
Dalam rimba raya kepenulisan, motivasi untuk terus berkarya sering kali bersumber dari kegiatan yang sederhana namun fundamental: membaca. Membaca bukan hanya jendela ilmu, tetapi juga sumber inspirasi yang tak terhingga bagi seorang penulis. Jadi, membaca mutlak sebuah urgensi bagi penulis, agar kapanpun kita mau menulis, kita telah punya bahan. Jika tidak ada bahan, saat mau memasak pun kita harus belanja dulu. Jadi sama saja, penulis harus membaca.
Mengapa membaca begitu urgen bagi penulis, dan menjadi fondasi kuat bagi proses kepenulisan?
Pengayaan Kosakata dan Gaya Bahasa
Penelitian yang dilakukan oleh Anne E. Cunningham dan Keith E. Stanovich dalam karyanya "What Reading Does for the Mind," mengungkapkan bahwa membaca tidak hanya memperkaya kosa kata, tetapi juga mempertajam gaya bahasa yang menjadi ciri khas seorang penulis. Melalui proses membaca, seseorang terpapar pada berbagai struktur kalimat, penggunaan metafora, serta beragam teknik retorika yang dapat meningkatkan kualitas tulisan.
Lebih lanjut, studi tersebut menunjukkan bahwa membaca secara intensif dan ekstensif memberikan dampak positif terhadap fungsi kognitif otak. Hal ini karena membaca memicu aktivitas mental yang kompleks, melibatkan pemahaman, analisis, dan sintesis informasi. Dengan demikian, membaca bukan hanya memperkaya perbendaharaan kata, tetapi juga mengasah kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Ini menjelaskan mengapa penulis yang rajin membaca seringkali mampu menghasilkan karya yang lebih inovatif dan menarik.
Eksposur terhadap teks yang beragam tidak hanya memperluas pemahaman bahasa, tetapi juga memperkaya ekspresi dan gaya penulisan. Oleh karena itu, membaca harus menjadi bagian integral dari proses kreatif setiap penulis, sebagai upaya untuk terus mengasah dan mempertajam bakat mereka dalam berbahasa.
Stimulasi Kreativitas dan Imajinasi
Membaca literatur yang beragam tidak hanya sebagai jendela melihat dunia, tetapi juga sebagai katalis yang memicu imajinasi. Hal ini membuka pintu bagi penulis untuk mengembangkan ide-ide kreatif yang unik dan orisinal. Jerome Singer, dalam bukunya "The Inner World of Daydreaming," menekankan pentingnya membaca dalam memperluas dunia internal seseorang. Dunia internal ini tidak terbatas pada pemikiran dan pengetahuan semata, tetapi juga meliputi emosi, pengalaman, dan mimpi yang menjadi sumber inspirasi tak terhingga.