Mohon tunggu...
Han
Han Mohon Tunggu... Penulis

Coffee addict.

Selanjutnya

Tutup

Diary

Suka Duka Menyiapkan Hidangan Lebaran: Yang Penting Ada Sesuatu Untuk Dimakan

28 Maret 2025   22:42 Diperbarui: 28 Maret 2025   22:42 140
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lebaran adalah momen yang spesial untuk berkumpul bersama keluarga dan menikmati makanan yang 'berbeda' dari hari-hari biasa. Untuk keluarga saya, kami bukanlah tipe yang ribet. Ketupat, opor, atau makanan khas Lebaran lainnya, bukanlah menjadi sesuatu yang wajib ada. Kami bisa makan apa saja, tidak harus daging atau menu tertentu. Bahkan saya sendiri sudah cukup puas bila hanya makan sayur rebus dan sambal, dan telur goreng.

Karena rumah kami dipakai untuk pengumpulan zakat fitrah, maka Ibu akan sibuk menyiapkan camilan untuk para tamu di malam hari raya. Ibu akan membuat tape ketan warna hijau yang dibungkus daun pisang, wajik dan jadah. Tiga makanan ini seperti makanan wajib yang selalu Ibu buat pada hari terakhir puasa. Selain itu, kami akan menyajikan buah-buahan seperti semangka, jeruk, dll, serta makanan-makanan kecil lain yang kami taruh di toples, dan kami tata berderet di ruang tamu.

Dulu, waktu masih saya masih kecil, kami selalu membuat kue nastar. Tapi sekarang, kami membuatnya hanya jika mau, itupun yang sibuk adik-adik saya. Ibu lebih pilih membeli kue toples atau kerupuk, permen, dll, untuk sajian di meja. Juga, banyaknya punjungan 'parsel' Lebaran (walaupun tidak dihias dalam bentuk parsel), yang berisi banyak makanan, minuman, sembako dan terkadang pakaian, membuat persediaan sajian Lebaran cukup hingga bakda Syawal.

Biasanya saat hari Lebaran, ibu saya tidak masak di pagi hari. Saat pulang dari menunaikan shalat Ied, kami selalu mendapat brkat, biasanya satu loyang, berisi nasi biasa atau nasi kuning beserta lauk-pauknya. Bapak dan Ibu saya mendapatkan jatah yang berbeda, dan mereka selalu membawa pulang berkat dalam jumlah yang lumayan.

Ibu biasanya masak untuk makan siang dan makan malam. Jika bapak saya menghendaki masakan tertentu yang berbahan daging, biasanya ibu masak di hari sebelumnya untuk berbuka puasa. Bapak akan membeli daging atau memotong ayam/bebek dan ibu akan mengolahnya menjadi masakan. Biasanya soto, opor atau kuah daging. Untungnya, daging yang Bapak beli bukan kambing, jadi rumah kami tidak bau benguk. Karena bagi saya, makan daging kambing ya waktu Idul Adha. Kalau nyembelih kambing di Idul Fitri tuh rasanya nggak matching.

Kalau kami ingin makanan luar, maka kami akan membelinya. Misalnya, bakso, sate atau mie ayam. Saya bukan tipe orang yang tidak bisa makan jika bukan menu tertentu. Yang penting ada makanan, saya bisa makan. Untungnya keluarga saya juga hampir sama. Bedanya jika mereka merasa kurang, mereka akan masak bersama.

Karena saya orangnya mageran, maka saya hanya makan apa yang sudah dimasak, tidak berselera untuk masak yang ribet-ribet seperti menu yang berat. Saya membantu cuci piring dan bersih-bersih.

Begitulah suka duka keluarga saya dalam menyiapkan hidangan Lebaran. Bagi sebagian besar orang, Lebaran benar-benar spesial hingga harus memasak menu tertentu. Bagi keluarga saya, cukup menu simpel saja sudah cukup. Bagi saya pribadi, yang penting ada sesuatu untuk dimakan!

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun