Mohon tunggu...
Atanshoo
Atanshoo Mohon Tunggu... Penulis - Mahasiswa

Mahasiswa Administrasi Perkantoran. Memiliki hobby menulis, untuk menyalurkan kegelisahan terkhusus pada kategori Humaniora dan Lyfe

Selanjutnya

Tutup

Roman Pilihan

Serpihan Rindu di Kertas Putih

26 Februari 2024   11:45 Diperbarui: 26 Februari 2024   11:52 35
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Serpihan Rindu di Kertas Putih - Atanshoo (Patrick Tomasso on Unsplash)

Serpihan Rindu di Kertas Putih
(Atanshoo)

Hujan mengetuk di luar jendela, rintiknya mengetuk pelan seperti isyarat rindu yang tak kunjung dijawab. Di dalam, di bawah cahaya lampu temaram, jemariku menari di atas kertas putih, guratan pena meninggalkan jejak yang tak terucapkan.

Serpihan rindu itu, berserakan di antara kata-kata yang kucoba rangkai. Rindu yang terpendam, pada senyum yang dulu selalu menerangiku, pada suara yang dulu selalu menjadi melodi terindah di telingaku.

Hujan di luar kian deras, seolah berpadu dengan derasnya air mataku yang tak bisa kutahan lagi. Aku rindu, rindu yang menusuk hingga ke sanubari. Rindu pada sosok yang kini hanya tinggal kenangan, tergambar samar dalam bayang-bayang masa lalu.

Kertas putih yang tadinya kosong, kini penuh dengan coretan hati. Coretan yang takkan pernah terbaca olehnya, coretan yang hanya menjadi bisikan pilu di kesunyian malam.

Di antara coretan itu, terselip secarik harapan. Harapan agar rindu ini tak lagi menjadi beban, agar hujan kesedihan ini bisa segera reda. Harapan agar suatu saat nanti, aku bisa menemukan kembali arti bahagia, meski tanpa kehadirannya.

Hujan perlahan mereda, digantikan oleh hembusan angin malam yang dingin menusuk. Kertas putih di tanganku sudah penuh dengan jejak rindu, namun hatiku masih terasa hampa.

Kulipat kertas itu perlahan, menyimpannya di dalam laci terdalam. Mungkin suatu saat nanti, ketika lukaku sudah sembuh, aku akan membukanya kembali. Dan mungkin, pada saat itu, rindu ini tak lagi terasa seperti derita, tapi menjadi kenangan manis yang pernah menghiasi hidupku.

Mohon tunggu...

Lihat Konten Roman Selengkapnya
Lihat Roman Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun