Mohon tunggu...
Asti Aura Lestari
Asti Aura Lestari Mohon Tunggu... Mahasiswa Program Studi Bahasa dan Sastra Indonesia, Universitas Pendidikan Indonesia

Learn to live and live to learn.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Estetika Nama Anak: Semakin Rumit Semakin Bagus?

20 Desember 2024   00:43 Diperbarui: 20 Desember 2024   01:36 217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Fenomena Penamaan Anak yang Unik

Nama adalah identitas sekaligus wujud harapan dari orang tua sebagai pemberi nama, untuk anaknya. Di media sosial, ramai pembicaraan mengenai penamaan anak dengan bahasa asing, juga dengan ejaan yang rumit. Rumit di sini berlaku pada kasus seperti penambahan fonem-fonem yang sebenarnya tidak diperlukan untuk menyebut sebuah nama. Contohnya, pada nama "Sabila" yang sebenarnya bisa disebut [sabila], tetapi terdapat penambahan [kh], [h], [], dan [l], sehingga membentuk nama "Xabhiella". Nama-nama rumit ini tampak pada anak kelahiran 2010-2024 (sekarang) atau biasa disebut dengan Gen Alpha.

Jika dibandingkan dengan masa lalu, nama-nama diri di Indonesia cenderung sederhana. Sederhana yang dimaksud yaitu nama yang singkat dan mudah dilafalkan, seperti nama "Asep", "Siti", "Joko", dan sebagainya. Setiap daerah memiliki karakteristik dalam pemberian nama diri. Misalnya, di daerah Sunda, terdapat nama diri yang cenderung menggunakan pengulangan, seperti pada nama "Dani Hamdani", "Kokom Komariah", dan sebagainya. Sementara itu, di daerah Jawa, nama diri biasanya diawali oleh suku kata "sa-" atau "su-", seperti "Sarmin", "Sutarno", "Sumiati", dan sebagainya. Lalu, ada pula penamaan diri yang merujuk kepada agama dan kepercayaan. Misalnya, perempuan Indonesia yang beragama Islam banyak yang memiliki nama "Siti", karena dalam Islam nama "Siti" berkaitan erat dengan nama-nama tokoh perempuan yang berpengaruh, seperti Siti Khadijah dan Siti Fatimah yang merupakan istri dan anak dari Rasulullah SAW. Nama "Siti" sendiri merujuk pada arti "perempuan yang dihormati". 

Sementara itu, nama-nama yang rumit untuk anak dapat ditemukan di kalangan selebritas dan influencer, seperti Rachel Vennya dan Niko yang menamai kedua anak mereka "Xabiru Oshe Al Hakim" dan "Aurorae Chava Al Hakim", Samuel Zylgwyn dan Franda yang menamai anak perempuannya "Zylvechia Ecclesie Heckenbucker", serta pasangan Ringgo dan Sabai yang anak pertamanya diberi nama "Bjorka Dieter Morscheck". Selain memiliki makna tersendiri, nama-nama ini juga dinilai unik dan tidak pasaran. Penamaan diri di masa lalu yang sederhana dapat dikatakan sangat kontras dengan penamaan diri di masa kini yang rata-rata terdiri dari tiga sampai empat kata, memiliki ejaan yang rumit, dan mengusung kemodernan.

Penamaan anak yang rumit berkembang di masyarakat dan marak diaplikasikan seolah menjadi tren. Rupanya, hal ini memicu kontradiksi di masyarakat itu sendiri. Seorang pengguna media sosial X (sebelumnya Twitter) @champ4gnes dalam unggahannya di 'KOMUNITAS MARAH-MARAH' bercerita bahwa anak tetangganya yang baru memasuki sekolah dasar dibully karena memiliki nama yang sulit dieja. 

Berlaku jg buat anak jaman sekarang. Plis ya anak tetangga gw masuk SD dan dibully perkara namanya susah. Gw gak mau sebut nama asli dia tp se tipe sama Queenshzya, Xavhierrha, Shalsyabiella yg pokoknya susah bgt dieja anjim. Stop dzolim ke anak lo. Kasih nama yg mempermudah hidup. Apa susahnya sih kasih nama Sabila ngapain bgt woyyy Xhabiellha GAK BIKIN NAMA ANAK LO JD UNIK JUGA JINGAN –ucap @champ4gnes, pada 31 Oktober 2024.

Selain itu, ada juga @Bam16947005 yang mengunggah cuitan kekesalannya tentang nama sepupunya yang sulit untuk dieja. Unggahan ini mendapat lebih dari 35 ribu likes di X.

ORANG-ORANG PADA TERINSPIRASI DARI MANA SIH, KASIH NAMA ANAKNYA EJAANYA SULIT BANGET. SEPUPU GUA NAMANYA KEK GINI: QUEENCHY AEESHAH CLAUDHEEY. ASLI DAH, ZAMAN SEKARANG EMANG NAMA ORANG TUH PADA KEK GITU-GITU YA, ANJIR LAH –ucap @Bam16947005, pada 3 Desember 2024.

Jika menyelisik lebih lanjut, penamaan dengan bahasa asing dan ejaan rumit ini dilakukan di keluarga muda yang orang tuanya lahir pada kisaran tahun 1980-1990an. Globalisasi dapat menjadi salah satu faktor fenomena ini. Hal ini dikarenakan pengaruh globalisasi meningkat pesat di Indonesia pada tahun 1980-an, seiring dengan terbukanya ekonomi global dan perkembangan teknologi. Westernisasi menjadi salah satu pengaruh globalisasi yang merebak di Indonesia sejak tahun tersebut. Seiring berjalannya waktu, orang-orang yang lahir di tahun 80 hingga 90-an menikah dan memiliki anak di tahun 2000-an hingga saat ini, dengan westernisasi yang masih membudaya.

Globalisasi menciptakan dampak besar terhadap banyak hal, salah satunya penulisan karya sastra. Sastra merupakan cerminan masyarakat, itu berarti sastra juga mengalami perubahan seiring dengan perkembangan masyarakatnya. Perubahan ini juga dapat dijumpai pada penamaan tokoh fiksi. Di Indonesia, perubahan penamaan tokoh fiksi dapat dilihat pada sepanjang sejarah karya sastra. Di era Balai Pustaka, tokoh yang memiliki nama bernuansa Islam dan Melayu seperti "Siti Nurbaya" dan "Samsulbahri" muncul di dalam novel legendaris berjudul Siti Nurbaya karya Marah Rusli. Lalu, pada tahun 1970-1980-an muncul nama-nama lokal yang mudah diingat seperti "Sri" dan "Saputro", tokoh novel Pada Sebuah Kapal karya NH Dini. Pada tahun 2000-an, nama-nama tokoh fiksi semakin beragam, unik, dan memiliki kesan "modern". Salah satu karya fiksi dengan nama tokoh yang unik adalah seri Supernova yang ditulis oleh Dee Lestari. Beberapa nama tokoh yang dimunculkan dalam novel ini terkesan unik dan modern, seperti "Reuben", "Dimas", "Bodhi", "Elektra", dan "Zarah". Jika bergeser pada beberapa tahun setelahnya, dapat ditemukan karya sastra–khususnya sastra populer–dengan nama-nama tokoh yang modern dan global, seperti "Geez" dan "Ann" oleh Rintik Sedu, "Azzam" dan "Jasmine" dari Azzamine yang ditulis oleh Sophie Aulia, serta "Antares" dan "Zeanne Queensha" dari cerita Antares yang ditulis oleh Reinda. Nama-nama tersebut unik dan modern, tetapi memiliki pelafalan yang berbeda dengan nama-nama umum di Indonesia, sehingga dinilai sulit untuk dilafalkan. Beberapa orang beranggapan bahwa penamaan tokoh fiksi di masa kini juga menjadi salah satu pemicu sebagian masyarakat Indonesia menamai anak mereka dengan ejaan yang rumit dan pelafalan yang sulit. Para orang tua terinspirasi oleh nama-nama tokoh fiksi dalam proses penamaan anak. Mereka menganggap semakin sulit ejaan suatu nama, maka semakin terkesan unik dan khas nama tersebut.

Sudut Pandang Semiotika

Semiotika adalah ilmu yang mengkaji tentang tanda. Dalam semiotika, terdapat tanda (signe), penanda (signifier), dan petanda (signified). Menurut Saussure (dalam Sobur, 2002), tanda merupakan penyusun keseluruhan, juga pengganti konsep dan citra bunyi dengan petanda (signified). Arti tanda sendiri yaitu manifestasi konkret dari pencitraan bunyi, sedangkan penanda merupakan citra bunyi itu sendiri. Penanda dan petanda adalah unsur yang tidak dapat dipisahkan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun