Mohon tunggu...
ASRIYA DEWI UTARI
ASRIYA DEWI UTARI Mohon Tunggu... Pelajar Sekolah - Pelajar di SMAN 1 Padalarang

Entrepreneur Sukses

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Suffering of Life

29 September 2022   14:15 Diperbarui: 29 September 2022   14:23 117
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Tampak kedua mata indah itu sudah memerah hendak meluruhkan air mata.

Dadanya terasa begitu sesak bagaikan dihantam beban berton-ton. Sebuah kenyataan yang baru dia dapatkan, ibu nya meninggal karena di bunuh bukan karena melahirkannya.  

Aqilla kanza, gadis yang selalu di siksa baik fisik maupun mental oleh Ayah nya . Aqilla selama ini tidak pernah mengeluh atau pun menangis di hadapan orang lain, dia hanya akan bersedih ketika dia sendiri.

Beban yang selama ini dia tanggung sangat besar sekali, dimana dia harus mendapatkan nilai yang bagus dan mencari uang untuk kebutuhannya sendiri. Karena selama ini dia tidak mendapatkan jatah makan sama sekali di rumah nya, kalaupun dia mendapat jatah makan pasti sisa makan keluarga nya.

Aqilla pun bergegas untuk pergi ke tempat kerja nya, dan dia ber siap-siap untuk melayani pelanggan di cafe matahari . Jam kerja pun telah usai, Aqilla telah melewati jam pulang yang telah Ayah nya berikan.

Aqilla berhenti sejenak memandang pintu di depannya. Sungguh, ia sebenarnya enggan untuk pulang ke rumah. Baginya rumah itu adalah neraka. Apalagi mengingat perlakuan ayahnya, Aqilla merasa tertekan. Rumah tak lebih dari tempat penyiksaan baginya.

Ayahnya bagaikan iblis yang enggan melepaskan korbannya begitu saja. Aqilla akan mendapat kekerasan berkali lipat jika ia mencoba kabur dan melanggar perintah sang ayah.

Dengan ragu Aqilla membuka pintu itu. Seperkian detik ia membukanya, sepasang netra nya langsung di suguhkan oleh sosok sang ayah yang menatapnya tajam.

"Sekolah mana yang memulangkan siswinya jam segini hah?" Ucap sang Ayah lalu mencengkeram pergelangan tangan Aqilla.

"Ayah peduli? Enggak kan? Aqilla capek." Hendak melangkah pergi tapi langsung ditahan oleh Dirga. "Ck! Please, yah, kali ini aja Aqilla mohon. Aqilla capek!"

Dirgantara Wijaya, pria setengah paruh baya itu tak menggubris keluh kesah Aqilla. Ditariknya dengan kasar tangan Aqilla itu hingga membuat pergelangan tangan Aqilla memerah.

"Kamu sudah melanggar aturan saya"

"Sampai kapan Ayah benci sama Aqilla, Aqilla gatau salah Aqilla apa yahh. Ayah cuman menyiksa Aqilla tanpa ampun" Biasanya gadis itu akan terdiam jika Dirga bertindak kasar. Aqilla mengeluarkan apa yang sudah ia tahan dari dulu.

"Beraninya kamu berteriak di depan saya!" Tutur Dirga.

Aqilla tersentak saat lagi-lagi tangannya ditarik kasar oleh Dirga hingga membuat nya hampir kehilangan keseimbangan. Aqilla memberontak, tapi tenaganya tak cukup kuat. Tak ada air mata yang meluruh, tapi tersimpan banyak luka dari pandangan matanya.

Aqilla meringis saat kepalanya terbentur tembok kamar mandi. Tatapan memohon ia tunjukan pada sang Ayah, berharap pria itu menghentikan hukumannya, namun tetap saja pria itu tak menggubris.

Sebuah ikat pinggang sudah berada pada genggaman Dirga. Dan siap di tempatkan benda itu ke punggung Aqilla.

Splash!

Dirga melangkah, menyalakan air shower. Air dingin itu langsung menyembur pada tubuh Aqilla yang meringkuk.

Pria itu pun keluar dari kamar mandi dan menguncinya.

Setelah kepergian sang Ayah, barulah Aqilla menangis sejadi-jadinya. Mengeluarkan rasa sakit yang sedari tadi ia tahan. Sekujur tubuhnya terasa nyeri akibat pukulan dari ikat pinggang tadi, mungkin akan banyak memar yang timbul.

Disaat Dirga menyiksanya, Aqilla jarang meluruhkan air mata, karena dia tak ingin terlihat lemah di depan si iblis itu. Gadis itu selalu menahan air matanya meski rasanya berkali lipat lebih sakit dan menyesakkan.

Mbo sari yang melihat itu merasa iba dengan putri satu satu nya kelurga ini yang sering di siksa oleh sang Ayah, mbo sari dengan cepat mencari kunci cadangan kamar mandi itu. " Non tunggu sebentar ya mbo cari dulu kunci nya, non tunggu sebentar".

Aqilla tidak membalas dia hanya menangis dan meringkuk. Mbo yang telah menemukan kunci nya pun bergegas membuka pintu kamar mandi itu.

"Ya allah non sini mbo bantu, kita ke kamar yaa nanti mbo obatin." Akhir nya Aqilla pun di obati oleh mbo dan tertidur pulas dengan luka di sekujur tubuhnya.

Wajah pucat itu masih mendominasi, perlahan kelopak matanya terbuka. Beberapa kali gadis itu meringis merasakan sakit di sekujur tubuhnya.

Ternyata sudah pukul 5 subuh, perlahan Aqilla mencoba bangkit. Terdapat luka memar tubuhnya akibat cambukan dari Ayah nya kemarin. Dia berjalan menuju cermin yang menampakan seluruh tubuh nya dari atas hingga bawah. Penampilannya nampak mengenaskan.

Aqilla tersenyum menatap pantulan tubuhnya di cermin, senyum yang menggambarkan dia sedang tidak baik baik saja. "Kamu kuat Aqilla, kamu cewe kuat."

Seragam sekolah sudah melekat rapi di tubuhnya. Aqilla mengoleskan liptint guna menutupi bibir pucat nya. Setelah sial dengan penampilannya Aqilla bergegas turun menuju mejan makan, namun disana tidak ada makanan. Hanya ada teh dengan pemilik nya yang sedang membaca koran.

Dan Aqilla pun hanya bisa menghela nafas dan berpamitan pada Ayah nya walaupun tidak pernah di dengar.

"Ayah, Aqilla pamit ya. Makasih udah mau rawat Aqilla dan maaf bila kehadiran Aqilla menambah beban Ayah." Nara mendekap pria itu dengan hangat tapi baru beberapa saat pelukan itu di tepis dengan kasar.

"Berani nya kamu menyentuh saya, dasar anak pembawa sial. Pergi kamu saya muak liat muka kamu." Ujar sang Ayah

Aqilla hanya bisa menahan sesak di dadanya dan bergegas pergi agar tidak membuat sang Ayah marah kembali.

Di perjalan terdapat truk yang rem nya blong dan menghantam bus yang Aqilla tumpangi hingga tidak ada satupun yang selamat dalam kecelakaan maut itu.

Sebelum meninggal Aqilla sempat berucap " Aqilla sayang Ayah" dan akhirnya menutup mata untuk selama lamanya.

Dirga yang sedang berkutat dengan berkas berkas nya itu berdecak saat ada yang menghubungi nya. "Ck. Siapa sih ganggu saja", dan mengangkat telfon itu.

Telfon pun di tutup oleh Dirga dan dia merasa senang karena anak pembawa sial itu mati dan tidak ada lagi yang akan mengganggu nya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun