Mohon tunggu...
Aslamuddin Lasawedy
Aslamuddin Lasawedy Mohon Tunggu... Pemerhati Masalah Ekonomi, Budaya dan Politik

Open minded and easy going

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Legenda Masjid Tua di Pulau Ringgit Una-Una yang diresmikan HOS Cokroaminoto pada Tahun 1910

8 Agustus 2025   10:05 Diperbarui: 11 Agustus 2025   08:01 355
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Masjid Jami di Desa Binanguna, Pulau Una-Una, Kabupaten Tojo Una-Una Sulawesi Tebgah

Makam Haji Nandro di pekarangan belakang mesjid Shirathal Muataqiem, Samarinda Seberang, Kalimantan Timur. 
Makam Haji Nandro di pekarangan belakang mesjid Shirathal Muataqiem, Samarinda Seberang, Kalimantan Timur. 

Daeng Meterru menikah dengan Pengian (putri) dari Kesultanan Bulungan di Kalimantan Utara, bernama Dayang Renik, yang saudara kandungnya  bernama Datu Adam. Nama Datu Adam ini kemudian diabadikan jadi nama stadion di Tarakan

Pasangan ini memiliki empat anak. Satu laki-laki dan tiga perempuan. Masing-masing bernama ; Masmerah, Sambung, Siti Hajar, dan Siti Sukking. Putri bungsunya yang bernama Sitti Sukking, kemudian menikah dengan  Zainuddin Lasahido. Salah satu putra pasangan ini bernama Galib Lasahido, yang pernah menjadi Gubernur Sulawesi Tengah periode 1981 hingga 1986. 

Nah, sebutan Kapiten bagi Mohamad Daeng Materru ini, bukan hanya sekadar gelar. Ia adalah metafora dari matahari lokal yang memancar di balik bayang-bayang kekuasaan kolonial. Sehingga dalam keterbatasan geografis pulau Una-Una, yang kecil di peta tapi besar di makna, Daeng Materru membuktikan bahwa kepemimpinan bisa menjelma menjadi jubah kehormatan jika ia dikenakan dengan nilai, bukan ambisi. Una-una sendiri berasal dari bahasa Malaysia, yang berarti kelapa. Tak heran Pulau Una-una ini juga dikenal dengan sebutan Pulau Ringgit. 

Masjid Jami Sebagai Semiotika dari Timur

Dibangun di pulau vulkanik yang dikelilingi karang, masjid ini seperti bunga yang tumbuh dari batu. Ia berdiri di tengah alam yang terus bergolak. Seperti hati manusia yang selalu mencari keseimbangan antara dunia dan akhirat. Dalam filosofi Timur, keseimbangan adalah jalan. Maka, masjid ini bukan hanya tempat memulai shalat, tetapi juga tempat memulai kebangkitan spiritual.

Masjid Jami di desa Binanguna, pulau Una-una, kabupaten Tojo Una-una, Sulawesi Tengah
Masjid Jami di desa Binanguna, pulau Una-una, kabupaten Tojo Una-una, Sulawesi Tengah

Semen dan batu batanya tidak sekadar material, tapi memori. Dinding-dindingnya menyimpan desah napas anak-anak yang belajar mengaji, gemuruh khutbah tentang keadilan, dan isak tangis doa para ibu yang berharap anak-anaknya kelak bebas dari belenggu penindasan. Di masjid ini menjadi tempat dimana ruang menjadi saksi, dan waktu menjadi penghafal sejarah.

Resonansi Masa Kini

Hari ini, Masjid Jami di Una-una mungkin tampak sederhana dibandingkan arsitektur megah kota-kota besar. Tapi justru dalam kesederhanaannya, kita mendengar gema zaman. Ia seperti puisi yang indah yang tak perlu dideklamasikan karena sudah terukir dalam benak sejarah. Setiap retakan dindingnya adalah jejak perjuangan. Setiap tiang kayunya adalah doa yang membumbung. Setiap malamnya adalah malam penuh berkah bagi mereka yang mengerti makna pencarian spiritual

Langit yang Tak Pernah Lupa

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun