Mohon tunggu...
Chairunnisa Ilmi
Chairunnisa Ilmi Mohon Tunggu... Freelancer - An Ambivert

Mahasiswa jurusan Antropologi Budaya di ISBI Bandung

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Babah (Musibah Kentut di Warung Kopi) bagian I

24 November 2020   23:37 Diperbarui: 26 November 2020   20:24 1383
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

-ataukah hanya lansia yang tersesat di jalan ? tidak mungkin ia mafia, rentenir, paranormal, ataupun biksu ! dilihat dari kulitnya pun sudah sepuh. Ah tapi apa hubungannya ? namun sebelum aku meneruskan hipotesis tentang orang tua itu, ia terlebih dahulu menegurku, menanyakan korek api dan memesan kopi.

‘’Buatlah yang enak saja ! tambahkan klimel (krimer) yang banyak ! yang manis !’’ teriaknya dengan pengucapan huruf R yang tidak terlahir sempurna.

Nampaknya hal ini mengundang cekikikan dari para pelanggan kopi lainnya yang sedang nongkrong untuk mengusir kantuk di siang bolong dan meluruskan punggung. Kemudian si putih gendut itu berbaur bersama para pekerja bangunan yang sedang beristirahat sejenak. Hari terlampau panas, katanya mandor mereka pun jadi memperbolehkan mereka untuk beristirahat lebih lama. 

Kemudian seseorang, merupakan pekerja serabutan yang sudah menjadi langganan warung kopi ku, membuka papan catur yang terlipat. Papan catur itu sudah tidak mulus lagi warnanya, pudar di setiap kotaknya. Itu adalah papan catur milikku yang sudah lama tidak aku mainkan.

Lalu seseorang memberitahuku bahwa kakek gendut plontos itu mengajak mereka  berperang di atas papan catur. Perang baru saja dimulai. Lima belas menit berlalu, ternyata prajurit si gendut yang lagaknya angkuh itu lihai juga. Terlihat dari tumbangnya para pion, petinggi, dan kerajaan pekerja. 

Permainannya tidak mudah terumpani dan penuh dengan ambisi. Pekerja lain yang tadinya asyik dengan topik masing-masing pun membanjiri arena dengan penuh keingintahun. Daya tarik utamanya adalah karena ada si gendut putih itu. Gerak-geriknya membuat semua orang penasaran.

Si gendut putih itu bermain terus menerus, berganti lawan. Kadang dari bapak-bapak yang sedang santai atau dari para pekerja yang bergiliran beristirahat dari pekerjaannya. Lalu, sepuluh kerajaan telah tewas hanya dalam waktu satu jam setengah saja dengan diiringi 5 gelas kopi full ‘’klimel’. 

Semuanya disayat habis hanya dengan mengandalkan luncus/gajh yang menyerupai bentuk tubuh si tua plontos itu. Setelah merasa puas, ia pun membayar uang kopi, lalu tertawa secara menggelegar sendirian yang mengagetkan kami, dan pergi dengan menggelengkan kepala. Selama beberapa saat, para pelanggan yang sedang ngopi itu riuh rendah membicarakan si kakek gendut itu.

Esoknya, di jam yang sama ia-kakek gendut plontos itu kembali. Keangkuhannya sungguh kental. Dari cara ia berjalan, duduk, hingga bagaimana ia memesan. Membuat prasangka muncul di otak kami yang mulai penuh dengan pengalaman hidup yang makin susah. Ia menanyakan korek api, memesan kopi yang takarannya sama seperti kemarin, dan menyuruh seseorang untuk bermain catur lagi dengannya. Perang yang dimulai denagan menggerakkan dua langkah bidak, menimbulkan keleluasaan bagi menteri di kerajaan pekerja untuk bergerak. Menteri itu bergerak menuju medan peperangan.

Lima menit berlalu, kali ini permainan terasa sangat alot bagi kedua kerajaan. Raja pekerja terkena skak oleh bidak putih milik si gendut berkacamata bulat itu. Lalu rajanya menebas leher sang bidak. Bagai gajah terkena duri, dan terjadilah skak-stir.

.... Bersambung ke sini

                     

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun