Baca juga Bagian 3
https://www.kompasiana.com/asepsukarna5061/68a09b61c925c41e550cd642/diantara-detik-dan-data-bagian-3
Bagian 4 -- Alternatif yang Manusiawi
Tidak semua sistem harus dingin. Tidak semua efisiensi harus menghapus ruang untuk lambat, gagal, atau bingung. Di antara detik dan data, masih ada kemungkinan untuk membangun sesuatu yang lain---bukan sistem yang sempurna, tapi sistem yang bisa mendengar.
Kita sering diajarkan bahwa teknologi adalah jawaban. Bahwa digitalisasi adalah kemajuan. Tapi jarang kita diajak bertanya:Â Â
Kemajuan untuk siapa? Â
Dan dengan ritme siapa?
Di sebuah dusun, seorang pemuda membuka warung kecil. Ia menerima pembayaran digital, tapi juga tetap menyimpan buku catatan utang. "Kadang orang belum sempat isi saldo," katanya. "Tapi mereka akan bayar." Di sana, sistem tidak hanya menghitung. Ia percaya.
Belakangan, ia mulai menggunakan aplikasi pembukuan sederhana di ponselnya. Bukan untuk menagih, tapi untuk mengingat. Ia mencatat nama, jumlah, dan tanggal, tapi tetap memberi ruang untuk cerita. "Kalau ada yang belum bisa bayar, saya tandai pakai warna abu-abu. Bukan merah. Supaya tidak bikin malu." Aplikasi itu bukan alat kontrol, tapi alat pengertian. Ia tidak menggantikan kepercayaan, hanya membantu merawatnya.
Alternatif yang manusiawi bukan berarti kembali ke masa lalu. Ia berarti membangun sistem yang tahu bahwa manusia tidak selalu siap, tidak selalu cepat, tidak selalu lancar. Bahwa ada hari-hari ketika seseorang hanya ingin dimengerti, bukan ditolak.
Bayangkan sistem yang bisa memberi ruang untuk bertanya sebelum menilai. Yang bisa memberi jeda sebelum memutus. Yang bisa melihat niat, bukan hanya angka.
Mungkin itu berarti memperkuat komunitas lokal. Mungkin itu berarti memberi ruang bagi keputusan kolektif, bukan hanya algoritma. Mungkin itu berarti membiarkan seseorang hadir, meski belum lengkap secara administratif.
Di antara detik dan data, kita bisa membangun sistem yang tidak hanya efisien, tapi juga lembut. Â
Yang tidak hanya mengenali, tapi juga menerima. Â
Yang tidak hanya mencatat, tapi juga memeluk.
Bukan sistem yang sempurna. Â
Tapi sistem yang tahu bahwa manusia tidak selalu bisa dihitung.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI