Baca Juga Bagian 1
https://www.kompasiana.com/asepsukarna5061/689f854134777c3dac78ba22/diantara-detik-dan-data-bagian-1
Bagian 2 -- Zona Waktu dan Zona Data
Tidak semua orang hidup di tempat yang sama, meski mereka tinggal di desa yang sama, berjalan di jalan yang sama, dan membeli dari warung yang sama. Ada yang hidup di zona waktu: mereka menghitung hari dengan tubuh, dengan napas, dengan ritme yang tak tercatat. Ada pula yang hidup di zona data: mereka dikenali oleh sistem, diakses oleh algoritma, dan disaring oleh kebijakan.
Di dunia In Time, zona waktu adalah literal---orang miskin hidup dari jam ke jam, sementara orang kaya hidup berabad-abad. Tapi di dunia kita, zona waktu dan zona data saling menyilang. Seseorang bisa punya banyak waktu, tapi tidak punya akses. Bisa punya saldo, tapi tidak punya pengakuan. Bisa hadir, tapi tidak tercatat.
Sistem digital hari ini tidak hanya mencatat transaksi, tapi juga menentukan siapa yang layak menerima bantuan, siapa yang bisa membuka rekening, siapa yang bisa mendaftar sekolah, bahkan siapa yang bisa dianggap ada. Integrasi antara NIK, NPWP, rekening bank, dan dompet digital menciptakan lapisan-lapisan baru dalam masyarakat---bukan berdasarkan tanah atau pekerjaan, tapi berdasarkan keterhubungan.
Metode pembayaran elektronik kini lazim digunakan oleh merchant kelas atas hingga pedagang kaki lima. Tapi di balik kemudahan itu, sistem juga mulai mencatat sesuatu yang lebih sunyi: utang. Catatan pinjaman, cicilan, dan tunggakan kini terhubung langsung ke identitas digital. Seseorang bisa membeli pulsa dengan satu klik, tapi juga bisa kehilangan akses karena gagal bayar. Utang bukan lagi urusan pribadi, tapi bagian dari profil sistemik. Ia tidak hanya menagih, tapi juga menyaring.
Ada yang hidup di zona terang: mereka bisa scan QR, bayar lewat WhatsApp, dan menerima notifikasi pajak secara real-time. Tapi ada pula yang hidup di zona kabur: mereka tidak punya ponsel, tidak tahu cara aktivasi akun, atau tidak pernah dimasukkan ke dalam sistem. Mereka tidak ditolak, tapi tidak juga diajak bicara.
Di sebuah balai desa, seorang petani muda mencoba mendaftar bantuan pupuk. Sistem menolak karena NIK-nya belum terverifikasi. Ia tidak marah, hanya bingung. "Saya sudah ada," katanya pelan. Tapi sistem tidak menjawab.
Zona data bukan hanya soal teknologi. Ia adalah cara baru untuk menentukan siapa yang berhak hidup dengan mudah, dan siapa yang harus berjuang untuk sekadar diakui. Di antara detik dan data, kita tidak hanya bertanya tentang efisiensi, tapi tentang keadilan yang tak terlihat.
Jika utang bisa menghapus akses, apakah sistem masih mengenali niat baik?
Jika keterlambatan bisa memutus sambungan, apakah waktu masih bisa memberi ruang?
Apakah sistem ini akan terus menyaring, atau bisa belajar untuk mendengar?
Apakah zona waktu dan zona data bisa bertemu, atau akan terus berjalan sendiri-sendiri?
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI