Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan

Analisis Risiko Kopdes Merah Putih dalam Konteks Penempatan Dana Pemerintah di Himbara dan Pelajaran dari Kasus BLBI

24 September 2025   13:10 Diperbarui: 24 September 2025   13:10 50
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Birokrasi. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Mengulang Bayang-Bayang BLBI? Analisis Risiko Koperasi Merah Putih dalam Kebijakan Penempatan Dana Rp200 Triliun di Himbara

Abstrak

Kebijakan fiskal Indonesia tahun 2025 menghadirkan dinamika baru melalui penempatan dana pemerintah sebesar Rp200 triliun pada bank-bank BUMN (Himpunan Bank Milik Negara/Himbara), yang selanjutnya dialokasikan ke Program Koperasi Merah Putih. Program ini, yang dicanangkan secara top--down dan masif di lebih dari 80 ribu desa/kelurahan, menimbulkan pertanyaan mendasar tentang kelayakan, prinsip perkoperasian, serta potensi risiko moral hazard.

Tulisan ini menganalisis kebijakan tersebut dengan membandingkannya dengan kasus Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) tahun 1997--1998, di mana pemerintah menyalurkan Rp147,7 triliun untuk menyelamatkan perbankan, tetapi 95% di antaranya disalahgunakan dan menjadi beban fiskal jangka panjang. Analisis menyoroti tiga aspek utama: (1) kesesuaian program KopDes Merah Putih dengan prinsip-prinsip koperasi menurut UU dan ICA, (2) risiko tata kelola dan manfaat ekonomi bagi anggota serta masyarakat, (3) paralel historis dengan BLBI dalam konteks moral hazard, penyalahgunaan dana, dan beban negara.

Tulisan ini berargumen bahwa tanpa reformasi tata kelola koperasi, mekanisme audit independen, serta penguatan kapasitas manajerial, kebijakan ini berpotensi menciptakan "BLBI jilid II" dalam format berbeda: bukan bank swasta konglomerat yang menikmati dana talangan, melainkan koperasi papan nama yang kehilangan roh partisipasi anggota. Dengan pendekatan naratif akademik, artikel ini mencoba membawa pembaca menelusuri logika kebijakan ekonomi yang berulang, di mana niat mulia sering kali tumbang oleh eksekusi yang rapuh.

Outline

1. Pendahuluan

Latar belakang kebijakan Rp200 T Himbara Koperasi Merah Putih.
Konteks historis: BLBI 1997--1998 sebagai pelajaran mahal.
Rumusan masalah: apakah kebijakan ini berpotensi mengulang pola kegagalan BLBI?
2. Kerangka Teoritis

Prinsip koperasi menurut UU 25/1992 dan ICA.
Teori moral hazard dalam kebijakan fiskal dan keuangan.
Konsep governance failure dalam organisasi ekonomi rakyat.
3. Fakta Empiris

Data penempatan dana Rp200 T dan alokasi ke koperasi (sumber: Kemenkeu, OJK, BPS).
Fakta jumlah koperasi aktif vs mati di Indonesia:
Dari 127 ribu koperasi (2023), hanya 40% yang aktif.
Studi kasus pendirian Koperasi Merah Putih: target 80 ribu koperasi desa/kelurahan.
Data BLBI: total Rp147,7 T, realisasi penyaluran, audit BPK 95% disalahgunakan.
4. Analisis Perbandingan KopDes Merah Putih dan BLBI

Kesamaan: top--down, distribusi dana jumbo, minim feasibility study, risiko penyalahgunaan.
Perbedaan: BLBI dalam konteks krisis moneter; KopDes Merah Putih dalam konteks pembangunan politik-ekonomi.
Diskusi tentang potensi koperasi papan nama vs bank zombie era BLBI.
5. Implikasi Ekonomi dan Sosial

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun