Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Lyfe

Jangan Jadi Tuan Besar atau Tuan Putri: Nasihat buat Pengantin Baru di Bulan Maulud

14 September 2025   07:57 Diperbarui: 14 September 2025   07:57 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Lyfe. Sumber ilustrasi: FREEPIK/8photo

Bulan Rabiul Awal di Indonesia itu punya dua makna yang suka bercampur jadi satu. Pertama, bulan ini identik dengan perayaan Maulid Nabi. Kedua, entah kenapa, banyak banget orang nikah di bulan ini. Di kampung-kampung, jadwal resepsi bisa padat kayak kalender KPU pas musim Pilkada. Tiap minggu ada aja undangan yang masuk, sampai-sampai dompet jadi ikut defisit. Antara pengen ngakak, sama prihatin. Dulu sewaktu masih kuliah, bulan ini dikenal sebagai bulan perbaikan gizi. 

Nah, momen ramai-ramai kawin ini bikin saya kepikiran untuk ngasih satu-dua nasihat buat pengantin baru. Tapi tenang, ini bukan nasihat ala ustaz yang bawa kitab tebal, juga bukan motivasi ala Mario Teguh zaman keemasan. Ini cuma wejangan sederhana, ala tetangga yang kadang nyinyir tapi diam-diam sayang.

Intinya: suami jangan bertingkah seperti Tuan Besar, dan istri jangan bertingkah seperti Tuan Putri.

1. Pernikahan Itu Bukan Monarki

Banyak pasangan baru yang masih mabuk cinta merasa harus saling "menjunjung" pasangan. Suami ingin dirajakan, istri ingin diratukan. Hidup berumah tangga jadi seperti kerajaan kecil. Sayangnya, beda sama kerajaan beneran, rakyat di sini cuma dua orang. Kalau dua-duanya mau jadi raja, lalu siapa rakyatnya? Ujung-ujungnya, yang ada malah perang saudara, lengkap dengan intrik, kudeta, sampai pengasingan (baca: tidur di sofa).

Serius, menikah bukan soal siapa yang berdaulat. Kalau suami main jadi "Tuan Besar" yang maunya dilayani, atau istri sibuk jadi "Tuan Putri" yang maunya diperlakukan bak Cinderella, cepat atau lambat rumah tangga akan jadi drama kolosal. Pernikahan lebih mirip kerja tim di lapangan futsal: harus tahu kapan ngoper, kapan nge-shoot, dan kapan mundur biar nggak bikin blunder.

2. Kolaborasi, Bukan Kompetisi

Pernikahan bukan lomba siapa yang lebih berkorban, siapa yang lebih capek, atau siapa yang lebih berjasa. Kalau semua dihitung-hitung, rumah tangga berubah jadi aplikasi akuntansi. "Aku udah masak, kamu baru nyapu sekali minggu ini." "Aku kerja cari duit, kamu cuma rebahan." Waduh, itu bukan cinta, itu audit.

Kalau masih ngotot main begitu, siap-siap aja jadi akuntan publik rumah tangga---dan biasanya laporan keuangannya selalu merah.

Lebih sehat kalau semua dianggap kolaborasi. Saling isi, saling tutup kekurangan. Kayak duet vokalis, kadang yang satu ambil nada tinggi, yang lain ngisi harmoni. Kalau dua-duanya pengin jadi penyanyi utama, ya berantakan lagunya.

3. Sistem Imun dari Virus Perselingkuhan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun