Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Makna Tahlil dalam Perspektif Ontologis

7 Maret 2025   10:31 Diperbarui: 7 Maret 2025   10:31 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Dalam filsafat klasik, terutama dalam pemikiran Ibn Sina dan Mulla Sadra, eksistensi Tuhan tidak sekadar dipahami sebagai "sesuatu yang ada", tetapi juga sebagai sumber dari segala eksistensi. Wujud (eksistensi) Tuhan bukan hanya ada, tetapi juga berdaya, berkehendak, dan mengetahui, yang kemudian mewujud dalam penciptaan.

Oleh karena itu, permasalahannya bukan sekadar apakah Tuhan ada atau tidak, tetapi apakah keberadaan-Nya memiliki makna jika tidak ada ciptaan yang menyaksikan-Nya? Jika keberadaan Tuhan hanya ada dalam dirinya sendiri, tanpa penciptaan, maka ia menjadi entitas yang hanya ada dalam konsep metafisik, bukan dalam manifestasi realitas.

3. Tujuan Penelitian: Fungsi Penciptaan dan Makna Kesaksian atas Tuhan dalam Perspektif Ontologis

Makalah ini bertujuan untuk menguraikan keterkaitan ontologis antara Tuhan, penciptaan, dan kesaksian makhluk terhadap keberadaan-Nya. Secara lebih spesifik, kami ingin menjawab pertanyaan berikut:

  1. Mengapa penciptaan bukan hanya tindakan Tuhan, tetapi juga konsekuensi logis dari keberadaan-Nya?
  2. Bagaimana keberadaan Tuhan menjadi fungsional dan bermakna melalui hubungan-Nya dengan ciptaan?
  3. Mengapa kesaksian makhluk terhadap Tuhan memiliki bobot eksistensial yang begitu besar dalam filsafat ontologi?

Melalui analisis ini, kami akan menunjukkan bahwa penciptaan bukan hanya ekspresi kuasa Tuhan, tetapi juga mekanisme yang menjadikan eksistensi-Nya nyata dalam keterkaitan dengan yang lain. Pada akhirnya, makna kesaksian atas Tuhan (syahadat) dan deklarasi keesaan-Nya (tahlil) akan dipahami bukan hanya dalam konteks ritual, tetapi sebagai konsekuensi logis dari hubungan ontologis antara Tuhan, keberadaan, dan realitas makhluk.

Bagian 1: Ontologi "Ada" dan Masalah Relativitas Keberadaan

1. Distingsi antara "Ada" sebagai Eksistensi Statis vs. "Ada" sebagai Eksistensi Fungsional

Dalam tradisi filsafat ontologis, terdapat dua cara mendekati konsep "ada":

  1. Eksistensi Statis -- sesuatu dikatakan ada hanya karena keberadaannya dapat dikonseptualisasikan atau diasumsikan sebagai suatu entitas. Ini adalah "ada dalam dirinya sendiri" (existence in itself).
  2. Eksistensi Fungsional -- sesuatu dikatakan benar-benar ada jika keberadaannya memiliki pengaruh, keterhubungan, atau makna dalam sistem realitas yang lebih luas. Ini adalah "ada yang berinteraksi" (existence in relation).

Pertanyaannya: Jika sesuatu ada tetapi tidak memiliki fungsi, tidak terhubung dengan apa pun, dan tidak diamati, apakah ia benar-benar ada dalam pengertian yang sejati?

Dalam pemikiran Aristotelian, sesuatu yang ada harus memiliki actus purus---aktualisasi dari potensinya. Demikian pula dalam filsafat Mulla Sadra, keberadaan (wujud) bukan hanya konsep, tetapi sesuatu yang memiliki gradasi (tashkik al-wujud). Dengan kata lain, sesuatu tidak hanya sekadar ada; keberadaannya harus aktif, bertindak, dan berhubungan agar bermakna.

Contoh yang lebih sederhana dapat diambil dari sebuah planet yang berada di sudut terpencil alam semesta, jauh dari segala bentuk observasi, tanpa ada entitas yang menyaksikan atau berinteraksi dengannya. Apakah planet itu benar-benar ada dalam pengertian yang kuat? Jika tidak ada interaksi, tidak ada observasi, dan tidak ada efek yang ditimbulkan olehnya, maka keberadaannya hanya potensial, tidak aktual.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun