Mohon tunggu...
Asep Setiawan
Asep Setiawan Mohon Tunggu... Membahasakan fantasi. Menulis untuk membentuk revolusi. Dedicated to the rebels.

Nalar, Nurani, Nyali. Curious, Critical, Rebellious. Mindset, Mindmap, Mindful

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Makna Tahlil dalam Perspektif Ontologis

7 Maret 2025   10:31 Diperbarui: 7 Maret 2025   10:31 126
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Pendahuluan

1. Latar Belakang: Ontologi "Ada" dan Relevansinya dalam Teologi

Dalam filsafat, konsep "ada" (being, ) merupakan fondasi dari berbagai aliran pemikiran ontologis, mulai dari filsafat Aristotelian, eksistensialisme Heidegger, hingga metafisika Islam yang dikembangkan oleh Ibn Sina, Mulla Sadra, dan filsuf lainnya. Ontologi, sebagai cabang filsafat yang membahas hakikat eksistensi, meneliti apakah sesuatu itu benar-benar ada secara independen ataukah ia hanya ada dalam kaitannya dengan sesuatu yang lain.

Dalam konteks teologi, terutama dalam tradisi filsafat Islam dan filsafat ketuhanan secara umum, keberadaan Tuhan sering dianggap sebagai wajibul wujud---suatu keberadaan yang mutlak, tidak bergantung pada apa pun, dan menjadi sumber bagi segala sesuatu yang ada. Namun, meskipun Tuhan dipahami sebagai yang benar-benar ada secara mandiri, muncul pertanyaan mendalam: Apakah keberadaan Tuhan tetap bermakna jika tidak ada ciptaan yang mengakui-Nya?

Pertanyaan ini menuntun kita kepada dua pendekatan:

  1. Pendekatan Absolut -- Tuhan ada secara mutlak, tanpa memerlukan pengakuan atau pengamatan dari makhluk.
  2. Pendekatan Relasional -- Keberadaan Tuhan tidak hanya tentang "ada", tetapi juga tentang fungsi eksistensial-Nya dalam kaitannya dengan realitas lain.

Jika kita menerima bahwa ada tanpa fungsi sama dengan tiada dalam konteks hubungan, maka penciptaan bukan sekadar tindakan Tuhan, tetapi juga konsekuensi dari keberadaan mutlak-Nya. Dengan kata lain, keberadaan Tuhan sebagai Yang Maha Ada tidak berhenti pada tataran esensi, tetapi juga harus memiliki aktualisasi dalam realitas.

2. Permasalahan Utama: Jika Tuhan Ada Tanpa Mencipta, Apakah Keberadaan-Nya Memiliki Makna?

Secara logis, sesuatu yang ada tetapi tidak berinteraksi dengan realitas lain dapat dianggap tidak berbeda dengan ketiadaan dalam konteks relasional. Jika Tuhan ada tetapi tidak mencipta, maka:

Tuhan tidak memiliki kehendak yang termanifestasi.

Tuhan tidak memiliki kuasa yang terlihat dalam realitas.

Tuhan tidak memiliki pengetahuan yang terejawantah dalam keteraturan ciptaan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
  7. 7
  8. 8
  9. 9
  10. 10
  11. 11
  12. 12
  13. 13
  14. 14
  15. 15
  16. 16
  17. 17
  18. 18
  19. 19
  20. 20
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun