Filsafat ontologi menuntun kita pada kesimpulan bahwa Tuhan adalah satu-satunya yang memiliki keberadaan secara mutlak (necessary being). Segala sesuatu selain Tuhan hanyalah keberadaan kontingen (contingent being), bergantung pada-Nya baik dalam esensi maupun eksistensi. Namun, ada pertanyaan mendalam: jika Tuhan ada tetapi tidak mencipta, apakah keberadaan-Nya memiliki makna fungsional?
1. Keberadaan Tuhan: Mutlak tetapi Memerlukan Manifestasi Fungsional
Tuhan sebagai necessary being tidak bergantung pada makhluk untuk eksistensi-Nya, tetapi tanpa penciptaan, keberadaan Tuhan tidak memiliki manifestasi fungsional dalam realitas selain diri-Nya sendiri.
Keberadaan yang mutlak harus memiliki ekspresi yang memungkinkan keterhubungan ontologis dengan sesuatu di luar diri-Nya.
Penciptaan adalah cara Tuhan menampakkan keberadaan-Nya dalam bentuk yang dapat dikenali oleh selain-Nya.
Jika Tuhan tidak mencipta, keberadaan-Nya tetap mutlak tetapi tidak terwujud dalam dimensi relasional---sehingga bagi selain-Nya, keberadaan Tuhan menjadi tanpa ekspresi dan tanpa keterhubungan.
Dalam perspektif ini, penciptaan bukan karena kebutuhan Tuhan, tetapi sebagai konsekuensi dari keberadaan-Nya yang tak terbatas. Tuhan tidak membutuhkan penciptaan, tetapi makhluk membutuhkan-Nya sebagai sumber eksistensial.
2. Ibadah sebagai Konsekuensi Ontologis dari Keberadaan Tuhan dan Makhluk
QS Adz-Dzariyat: 56:
"Tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia, melainkan untuk beribadah kepada-Ku."
Ibadah dalam konteks ontologis bukan sekadar ritual, tetapi mekanisme kesadaran eksistensial makhluk terhadap Tuhan.