Ibadah bukanlah sekadar aktivitas ritual, tetapi suatu kesadaran eksistensial yang menghubungkan makhluk dengan sumber keberadaannya.Â
Jika makhluk tidak mengakui Tuhan, maka bagi mereka, Tuhan menjadi "tidak ada" dalam pengalaman subjektif mereka, meskipun Tuhan tetap ada secara absolut.Â
Penciptaan bukanlah kebutuhan Tuhan, tetapi kebutuhan makhluk agar eksistensi mereka tidak kehilangan arah dan makna.Â
Dengan demikian, penciptaan manusia dan jin untuk beribadah bukanlah ekspresi kebutuhan Tuhan, melainkan mekanisme ontologis yang memungkinkan makhluk mencapai realitas eksistensial yang lebih tinggi melalui kesadaran dan pengakuan terhadap Tuhan.Â
Bagian 4: Syahadat dan Tahlil sebagai Afirmasi OntologisÂ
Dalam filsafat ontologi, keberadaan (wujud) bukan hanya soal ada atau tidak ada, tetapi juga bagaimana sesuatu ada dalam relasi dengan kesadaran. Keberadaan Tuhan bersifat mutlak (necessary existence), tetapi dalam kesadaran makhluk, keberadaan-Nya dapat menjadi "non-eksistensial" secara fungsional jika tidak diakui.Â
Dalam konteks ini, Syahadat dan Tahlil bukan sekadar pernyataan verbal, tetapi merupakan afirmasi ontologis yang menentukan hubungan makhluk dengan Tuhan.Â
1. Syahadat sebagai Validasi Eksistensi Tuhan dalam Kesadaran MakhlukÂ
Syahadat, yang berbunyi:Â
"Asyhadu an la ilaha illallah wa asyhadu anna Muhammadan Rasulullah"Â
memiliki makna lebih dari sekadar deklarasi keimanan. Dalam perspektif ontologis, Syahadat adalah tindakan validasi terhadap eksistensi Tuhan dalam kesadaran makhluk.Â