Begitu cepat waktu berlalu,
pena-pena tahun telah demikian kuat melukis garis-garis ketuaan pada wajah kita,
berulang kumenghapusnya,
tapi kita masih punya senyum yang masih kita jaga sejak puluhan tahun yang lalu,
senyum kita pada masa lalu yang demikian merindukan,
senyum kita pada kenang-kenangan sepanjang jalan yang kita lewati,
senyum kita pada masa depan yang hampir kita selesaikan.
Pertemuan ini hanyalah sebuah titik yang menandai keberadaan kita. Agar tak lupa bahwa kita pernah bersama, berada pada masa yang sama, minum dan mereguk dari cangkir yang sama, memandang masa depan dengan suka cita.
Inilah masa depan itu. Tempat yang tak menyediakan lagi harapan dan cita-cita. Memandang masa lalu dengan linangan air mata. Ada rasa penyesalan. Waktu itu tidak begini tidak begitu. Seandainya begini. Seandainya begitu.
Tapi masa lalu bukanlah milik kita lagi.
Tapi kita lukis semuanya jadi gambar hitam putih yang akan digantung pada dinding kamar hati kita.