Mohon tunggu...
Asep Totoh Widjaya
Asep Totoh Widjaya Mohon Tunggu... Dosen - Keep Smile and Change Your Life

Guru SMK Bakti Nusantara 666-Kepala HRD YPDM Bakti Nusantara 666 Cileunyi Kab.Bandung, Wakil Ketua BMPS Kab. Bandung, Dosen di Universitas Ma'soem, Konsultan Pendidikan

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Budaya Menulis Dosen

25 Maret 2019   16:44 Diperbarui: 25 Maret 2019   17:01 651
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Mengacu pada pasal 12 ayat 1 s.d 3 UU Nomor 12 Tahun 2012 menyatakan bahwa Dosen sebagai anggota sivitas akademika memiliki tugas mentransformasikan Ilmu Pengetahuan dan/atau Teknologi yang dikuasainya kepada mahasiswa dengan mewujudkan suasana belajar dan pembelajaran sehingga mahasiswa aktif mengembangkan potensinya, dosen sebagai ilmuwan memiliki tugas mengembangkan suatu cabang Ilmu Pengetahuan dan/atau Teknologi melalui penalaran dan penelitian ilmiah serta menyebarluaskannya, dan dosen secara perseorangan atau berkelompok wajib menulis buku ajar atau buku teks, yang diterbitkan oleh Perguruan Tinggi dan/atau publikasi ilmiah sebagai salah satu sumber belajar dan untuk pengembangan budaya akademik serta pembudayaan kegiatan baca tulis bagi sivitas akademika.

Bagi seorang dosen, menulis adalah sebuah keharusan. Baik menulis jurnal, artikel, laporan penelitian, maupun buku-buku ilmiah. Menulis dan mempublikasikan karya ilmiah merupakan salah satu syarat kenaikan pangkat dosen. Hal ini merujuk pada Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PAN RB), Nomor 17 tahun 2013, dan Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 92 tahun 2014, bahwa kenaikan jenjang jabatan akademik dosen mewajibkan untuk publikasi pada jurnal ilmiah Nasional terakreditasi dan jurnal Internasional bereputasi di bidangnya.

Tetapi muncul problematika untuk menulis artikel ilmiah di jurnal internasional maupun menulis buku di kalangan akademisi, kendalanya bisa disebabkan oleh banyak faktor. Misalkan, kecenderungan budaya lisan daripada budaya tulis jadi salah satunya. Bisa jadi tidak adanya insentif dari universitas atau lembaga untuk para akademisi yang aktif menulis dan jikalau ada jumlahnya minimal, kemudian dari faktor internal dosen yang ikut mempengaruhi adalah rendahnya minat penelitian dan publikasi hasil penelitian dikarenakan tidak tahu cara menulis artikel, karya ilmiah atau buku.

Kategori Tulisan

Mencermati pro dan kontra Peraturan Menristekdikti Nomor 20/2017 tentang Tunjangan Profesi Dosen dan Tunjangan Kehormatan Profesor, dosen dipaksa menulis di jurnal internasional yang terindeks "scopus".  Scopus merupakan sebuah sistem basis data yang melakukan indeks terhadap belasan ribu jurnal ilmiah dari berbagai macam bidang ilmu. Artikel yang dimuat didalamnya, sudah melalui proses seleksi yang ketat sebelum dinyatakan layak terbit. Di dalam Scopus terdapat 18.000 judul lebih, dari 5.000 penerbit terkenal dunia seperti Elsevier, Springerlink, CABI (Centre for Agricultural Bioscience International), Cambridge University Press, Oxford University Press, dan masih banyak lagi.

Banyak keuntungan yang bisa didapat ketika menggunakan layanan ini, melalui Scopus maka dapat dilihat peringkat sebuah universitas dalam hal penerbitan jurnal internasional. Dengan mengetahui posisi dan keadaan jurnal di mata internasional, hal tersebut dapat memacu civitas akademika Perguruan Tinggi terlebih para calon penyandang titel guru besar untuk menerbitkan tulisannya di jurnal internasional yang telah terindeks oleh Scopus.

Memang banyak persyaratan untuk menerbitkan tulisannya di jurnal internasional yang telah terindeks oleh Scopus mulai dari teknik penulisan, membuat ilustrasi, hingga memilih jurnal ilmiah juga biaya yang harus dikeluarkan. Penekanan utama adalah menjaga orisinalitas dan menghindari plagiarisme, karena plagiarisme ini dapat terdeteksi oleh para editor jurnal melalui aplikasi mesin pencari yang mereka gunakan.

Dari segi teknik penulisan, diharuskan penulisan artikel ilmiah itu jelas, mudah dimengerti, dan menggunakan Bahasa Inggris yang baik dan benar. Artikel pun harus disusun dengan baik sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan. Begitu pun ketika memilih jurnal ada kiat tersendiri agar terlebih dahulu memahami jurnal yang akan dituju, seperti ranking, tipe artikel, tipe pembaca, hingga orang-orang yang ada di balik jurnal tersebut.  

Dosen pun harus menulis buku teks berkualitas, bagi seorang dosen bisa jadi tidak punya bakat sebagai penulis buku. Awalnya memang hal yang sulit, tetapi sederhananya seorang dosen mengajar mata kuliah yang sama bertahun-tahun, kenapa tidak bisa jadi buku? Jadi misal di tahun pertama dan kedua kita uji cobakan, tahun ketiga sudah bisa jadi buku.

Kriteria buku yang baik adalah buku yang mampu menyajikan gambaran umum tentang isi buku di awal bab, terdapat ringkasan di akhir bab, dan menyertakan rekomendasi bacaan lain terkain dengan isi buku. Dari menulis buku, dosen pun akan mendapat kesejahteraan lebih dari royalti yang ia dapatkan. Selain itu, hasil pemikiran dosen juga bisa dibaca orang seluruh Indonesia bisa jadi sedunia. Bukankah kebanyakan buku yang dikonsumsi masyarakat kita berasal dari pemikiran barat, nyatanya kita perlu ada buku yang datanya real berasal dari Indonesia.

Kemudian dosen harus pandai menulis di media masa, tulisan menjadi penting sebagai bentuk ekpresi pikiran, pandangan, dan perasaan terhadap suatu masalah. Selain itu, juga untuk membentuk opini publik terhadap isu yang aktual. Kendalanya tidak semua dosen tulisan diterima dan sesuai dengan media massa cetak.

Setiap harinya seorang redaktur opini menerima puluhan artikel namun yang termuat hanya satu-lima artikel, faktanya hanya segelintir (mungkin tak sampai lima persen) dosen yang sanggup menulis artikel di media massa. Manfaat lain ketika dosen mahir menulis di media massa, selain memang tuntutan akademisi dosen yang memiliki kemampuan menulis juga akan lebih cepat terkenal di masyarakat. Dan produktivitas dosen dalam menulis di media massa sekaligus menjadi media promosi STP (segmenting, targeting, positioning) kampusnya.

Jadi semua karya tulis dosen itu akan menjadi ukuran kinerja dosen tersebut, bukan sebagai keterpaksaan. Ketika dosen menulis itu bukan sekedar menuliskan data dan hasil penulisan, jelaslah saat itu sedang menyampaikan keseluruhan kecerdasannya. Banyak manfaat dari menulis dan menjadi penulis, ketika seorang dosen menulis maka saat itu sedang melakukan rangkaian proses yang setidaknya terdiri dari tiga hal yaitu membaca, merenung, dan menulis. Dimana ketiga rangkaian itu ialah keterampilan dan karakter yang melekat pada diri si penulis.

Pertama, berkaitan kemampuan membaca artinya seorang dosen selain membaca buku juga akan membaca pengalaman, membaca fenomena yang terjadi dalam kehidupan. Semakin sering keterampilan membaca diasah, semakin banyak bahan yang dapat ditulis.

Kedua, menyangkut kemampuan merenung memikirkan sesuatu. Dalam bahasa psikologi kapasitas itu disebut deep thinking, kesanggupan untuk berpikir mendalam. Apa pun yang dibaca diamati dan dialami selalu dipikirkan secara mendalam, mengapa ini terjadi dan pelajaran apa yang dapat dipetik dari peristiwa itu. Perbedaan kemampuan dosen dalam berpikir mendalam itu sangat menentukan seberapa banyak kearifan dan berpikir kirtis yang dapat mereka tunjukkan dalam kehidupan pribadi, berkeluarga, maupun profesional mereka.

Dan Ketiga, adalah kebiasaan menulis. Dalam konteks kebiasaan menulis sesuatu yang pada awalnya dirasakan sulit, bila sudah biasa dikerjakan akan menjadi mudah.

Seorang dosen yang rajin menulis maka diakui dan tidak disadari sudah menjadi dosen yang hebat karena diyakini akan menginspirasi para mahasiswanya di kampus atau masyarakat, kemudian dosen yang rajin atau terampil menulis adalah dosen yang istimewa, karena tidak setiap dosen mampu melakukannya. Jelaslah jika tantangan dinamika ilmiah ke depan bahwa para dosen akan sangat disibukan untuk memenuhi standar kualifikasi minimal sebagai dosen dengan terus menulis baik di jurnal, majalah atau menghasilkan karya berupa buku. Jika ini bisa dilakukan maka akan kita jumpai dinamika pengembangan ilmu pengetahuan yang luar biasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun