Mohon tunggu...
Ary Janu
Ary Janu Mohon Tunggu... Musisi - musisi

Laki-laki berrambut gimbal...

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Ibuku Menangis

15 Juni 2020   16:27 Diperbarui: 15 Juni 2020   16:25 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Ibuku menangis saat menyaksikan saudara-saudaranya bertumpahan darah dengan parang yang terbuat dari besi tua sisa tiang hotel mewah itu di tangannya.

Ibuku menangis saat menyaksikan mereka saling membunuh untuk merebut dan mempertahankan tanah yang dijual ke orang asing.

Ibuku menangis saat menyaksikan anaknya merengek penuh ingin tahu tentang komodo yang sudah mulai stress di rumahnya sendiri. 

Ibuku menangis saat menyaksikan putra-putranya yang dihajar polisi ketika pulang kampung karena takut kelaparan di tanah rantau selama wabah Corona. 

Ibuku menangis saat menyaksikan anak gadisnya mencium tangan bau para tamu yang datang membawa amplop ke meja kerja bosnya.

Ibuku menangis saat menyaksikan anak tercantiknya mengalungkan selendang buatannya di leher para penjilat yang berpura-pura ramah pada masyarakatnya.

Ibuku menangis saat menyaksikan suaminya meminta buatkan kopi untuk disuguhkan ke mulut para pegawai yang membela pengusaha.

Ibuku menangis saat menyaksikan anaknya bernyanyi dengan suara merdu untuk menghibur tamu negara yang datang mengais isi bumi tanah peninggalan nenek moyangnya.

Ibuku menangis saat menyaksikan para pengusaha bersama pemimpin dan serdadunya meminta rumahnya direlokasi untuk kepentingan pembangunan dan tambang.

Ibuku menangis saat menyaksikan keluarga besarnya pecah karena pemilu atau politik yang merasuki otak mereka.

Ibuku menangis saat menyaksikan anak mudanya bunuh diri tanpa berpikir panjang tentang hidup yang harus dipahami. 

Ibuku menangis saat menyaksikan anak sarjananya harus nganggur dan bekerja sukarela demi nama baik keluarga.

Ibuku menangis saat menyaksikan anaknya yang berusaha mencari orang dalam untuk mendapatkan pekerjaan.

Ibuku menangis saat menyaksikan anaknya ditangkap polisi karena menggunakan obat-obatan terlarang.

Ibuku menangis saat menyaksikan anaknya ditertawakan karena hanya menjadi petani dan piara babi.

Ibuku menangis saat menyaksikan anak perempuannya harus menjual diri kepada jutawan untuk dapat membeli iPhone buatan Amerika itu.

Ibuku menangis saat menyaksikan anaknya bergaya ala selebritis yang sering mampir di acara gosip di TV tanpa melihat dirinya.

Ibuku menangis saat menyaksikan anak pastornya yang mempunyai istri simpanan untuk melampiaskan nafsu bejatnya.

Ibuku menangis saat menyaksikan anak tetangga umur 5 tahun yang menangis tersedu-sedu karena ibu dan bapaknya berselingkuh dengan tetangga sebelah rumahnya.

Ibuku menangis saat menyaksikan umat Kristiani tidak merayakan paskah di gereja dan umat Muslim tidak bisa shalat di Masjid.

Ibuku menangis
Air matanya hampir habis
Apa aku harus menangis juga?
Ibuku masih saja menangis.

Jogja, April 2020

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun