Mohon tunggu...
Aryani_Yani
Aryani_Yani Mohon Tunggu...

Lahir di kota hujan yg sejuk, dari ortu yg asli Jawa, tp belum pernah bisa berkomunikasi dlm bahasa Jawa, pernah 10 tahun terdampar di Banjarbaru yg panas, tp balik lg ke kota kelahiran tercinta...I am just the way I am, a little dreamer, agak pemalu tp gak malu-maluin koq :-), melankonlis kuat tp sedikit koleris, pecinta tanaman & lingkungan, mudah terharu, senang fotografi, design & art, handycraft, travelling & ecotourism, pokoknya yg serba alami dech alias naturalist, a lot of friendship...hmm apa lagi yaaa....kalo nulis kyknya belum jd hobi dech, makanya gabung di kompasiana :-D. Jd job creator adalah 'impian' tp belum kesampaian tuh. Email : ryani_like@yahoo.com. Instagram : aryaniyani21

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Hiking 5 km di TN Gunung Halimun

5 Oktober 2015   05:26 Diperbarui: 5 Oktober 2015   05:26 1818
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="Gerbang TN Halimun (Dok. Yani)"][/caption]

Gunung Halimun ( +1.929 mdpl) masih berada dalam satu kawasan dengan Gunung Bunder di Tanaman Nasional Gunung Halimun Salak. Gunung ini sering diselimuti kabut, makanya dinamakan halimun. Meskipun begitu, tak seperti Gunung Bunder atau Gunung Salak yang ramai dikunjungi wisatawan, Gunung Halimun relatif sepi akibat akses jalan yang agak sukar dan jauh dari pusat kota. Umumnya orang-orang yang datang ke sini memang dengan tujuan khusus seperti penelitian atau kegiatan jelajah alam. Saya sendiri bersama lima teman lainnya ke sini memang untuk berwisata alam sehari saja, menikmati keindahan perkebunan teh, canopy trail serta sungai/curug. Karena titik start dari Bogor, kami memilih melewati jalur Leuwiliang-Nanggung-Cisangku-Nirmala-Citalahab. Selama perjalanan, Pak Achyat (Akang Sepuh) yang memandu kami, beliau sudah berkali-kali datang ke tempat ini.

[caption caption="Peta menuju Gunung Halimun (sumber : www.ekowisata.org)"]

[/caption]

 

Kami berangkat sepagi mungkin untuk menghindari macet. Kebetulan angkot Bubulak-Jasinga yang kami tumpangi tak keberatan untuk disewa sampai ke tujuan. Awalnya si sopir memang sempat ragu karena takut jalan yang dilalui bakal jelek. Tetapi rekan sesama sopir berhasil meyakinkan kalau jalan ke Halimun sudah bagus. Perjalanan dari simpang Nanggung sampai gerbang Taman Nasional Gunung Halimun berjalan lancar. Dugaan saya tentang kondisi jalan yang rusak ternyata salah. Syukurlah, rupanya jalan di daerah tersebut baru diaspal, berarti waktu tempuh ke tempat tujuan bisa lebih singkat, begitulah estimasi kami.

Selama perjalanan, perkampungan, pegunungan, hutan dan sawah bertingkat silih berganti kami lalui. Pemandangan luar biasa ini menjadikan perjalanan kami tidak membosankan. Ditambah udara pegunungan yang segar dan bebas polusi, menjadi menu pembuka sarapan kami di pagi itu. Kami beristirahat sejenak di dekat Gerbang TN Gunung Halimun. Di papan petunjuk tertulis canopy trail 18 km lagi, sedangkan perkebunan teh Nirmala 12 km lagi. Itu artinya kami harus melalui kebun teh dulu baru sampai di canopy trail. Ada 2 curug yang juga tertulis di situ yaitu Curug Citamiang 500 m dan Curug Piit 5 km. Sedangkan Desa Wisata Malasari terletak di arah yang berlainan. Curug Citamiang memang kami lewati tak jauh setelah gerbang masuk. Tetapi lokasinya ditutup, seperti akan dilakukan pembangunan. Air terjunnya pun tampak kering.

Setelah melalui beberapa kilometer, kondisi jalan yang tadinya bagus mulai berubah tidak mulus. Mulai jalan yang berlubang sampai jalan bebatuan. Awalnya masih bisa dilalui dengan angkot. Meskipun terbilang agak landai, tapi lama-kelamaan di ruas jalan yang agak parah, angkot tidak kuat menanjak karena banyak batu. Terpaksalah kami turun dan berjalan beberapa kilometer, kemudian naik angkot lagi setelah jalan agak bagus.

Dua kilometer berlalu, pemandangan gunung-gunung semakin lengkap dengan adanya perkebunan teh ‘Nirmala’. Dari ketinggian ini, kami bisa melihat beberapa rumah penduduk beratapkan asbes di bawah. Nah, mulai di sini kondisi jalan semakin memburuk. Bisa diibaratkan jalan ke Halimun itu menipu, bagus di awal tapi jelek di akhir. Angkot semakin sulit menanjak. Kamipun beberapa kali harus turun naik angkot untuk meringankan pekerjaan si sopir, karena menyetir di atas jalan bebatuan sangat melelahkan. Raut muka si sopir tak lagi ceria. Mungkin dalam hatinya berkata, “Kalau tahu jalan yang dilalui bakal seperti ini mungkin dia tidak mau disewa. Mau mundur pun sudah kepalang tanggung. Jadi terpaksa harus jalan terus”. Kami juga agak khawatir kalau si sopir ngambek, dan pergi meninggalkan kami. Padahal di sana tidak ada kendaraan umum kecuali ojek yang harganya pasti mahal banget. Mobil bak terbuka pun jarang sekali terlihat.

[caption caption="Perkebunan Teh Nirmala (Dok. Yani)"]

[/caption]

 

[caption caption="Rumah penduduk beratap asbes di TN Gunung Halimun (Dok. Yani)"]

[/caption]

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun