30 Juni 1925
Sekedar menjemput rindu minggu lalu, sebelum aku dikuburkan...
; Andilaw yang selalu kusayang
Dil, aku sudah tak sanggup merangkum kata jemarimu senja kemarin. Sedari bulu kuduk yang menerka onak di nuranimu, sedari itu pula kubuka mataku tuk menebak iming-iming waktu polosmu. Jadi...biarkan aku menjadi pinokio di depan matamu untuk sekedar membalas pelampiasan hujan airmata, biarkan aku menjadi cacing kesumat cinta dan rindu; kemudian bersarang di baliknadimu yang terlunta di jalanan kumuh darahmu.
Kutahu ini ocehan jeruji abad batu,namun kudaud-kan ini menjadi dialog prolog dan epilog untuk sebuah katalog nestapa ketika kubuahi prasangka bahwa kau tak lagi menyapa untuk sederet cinta nota.
;terima kasih dan patah.
_aku yang selalu menyayangimu
 ;Marsya Lianna.
07 Juli 1925
Hari ini, kupasrahkan jasadku berbaring di balik seonggok kayu murahan. Kubiarkan roh menemui Tuhan dan tak hanya sekedar menyapa peralihan sahutan. Baru kali ini kurasa gelap dan beda dalam nyata yang tak pernah kusangka. Kumulai hidup dalam gulita dan hanya bercakap bersama para kerubin Tuhan yang baru saja kukenal pada masaku di alam baka. Aku biasa memanggil mereka dengan sebutan Andi dan Fadil. Ya...meskipun sebenarnya mereka adalah malaikat Munkar dan Nakir. Rupanya, kumasih belum bisa melupakan kedua kakakku yang amat kusayang. Oleh karenanya, kusadur nama mereka ke dalam nama Munkar dan Nakir.