Mohon tunggu...
Adjat R. Sudradjat
Adjat R. Sudradjat Mohon Tunggu... Penulis - Panggil saya Kang Adjat saja

Meskipun sudah tidak muda, tapi semangat untuk terus berkarya dan memberi manfaat masih menyala dalam diri seorang tua

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Sapardi Djoko Damono dan Arswendo Atmowiloto yang Pulang di Waktu yang Sama

20 Juli 2020   20:10 Diperbarui: 20 Juli 2020   20:44 345
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Mendiang Sapardi Djoko Damono dan Arswendo Atmowiloto (Dokpri)

19 Juli 2020, bangsa Indonesia, wa bilkhusus para penikmat dunia kesusastraan, telah ditinggal pergi untuk selamanya oleh Sapardi Djoko Damono, salah seorang sastrawan ternama di negeri ini.

Tepat satu tahun yang lalu, 19 Juli 2019, dunia literasi Indonesia pun telah kehilangan salah seorang penulis terkenal juga, yakni Arswendo Atmowiloto yang dikenal sebagai pengarang serial drama televisi Keluarga Cemara yang bisa jadi sangat akrab bagi para pemirsa TVRI di  era 90-an, dan yang disebut-sebut terinspirasi  dari serial drama televisi impor Little House on the Prairie.

Dua orang tersebut di atas, terus terang bagi saya pribadi merupakan sosok panutan yang patut diteladani dalam konsitensi kepenulisannya.

Sungguh. Meninggalnya dua sosok sastrawan kebanggaan Indonesia itu meninggalkan duka mendalam bagi saya pribadi, dan para penikmat karya-karyanya, tentu saja.

Seorang Sapardi Djoko Damono, memang beliau ini dikenal melalui berbagai puisi mengenai hal-hal sederhana tetapi penuh dengan makna kehidupan.

Hal itu yang membuat karyanya begitu popular di Indonesia, baik di kalangan sastrawan maupun khalayak umum.

Kekaguman saya terhadap penyair kelahiran Surakarta, 20 Maret 1940, ini sampai usia sepuhnya (80) masih tetap aktif berkarya. Bahkan satu bulan sebelum menghembuskan nafas terakhirnya, beliau masih membacakan puisinya yang diunggah di kanal You Tube.

Selain itu, beliau pun sepertinya selama menjalani kehidupannya, tidak lepas dari dunia yang digelutinya. 

Profesor DR Sapardi Djoko Damono, Sejak 1974, ia mengajar di Fakultas Sastra (sekarang Fakultas Ilmu Budaya) Universitas Indonesia yang kemudian menjabat sebagai Dekan FIB UI periode 1995-1999.

Di samping itu beliau pun menjadi redaktur majalah Horison, Basis, Kalam, Pembinaan Bahasa Indonesia, Majalah Ilmu-ilmu Sastra Indonesia, dan country editor majalah Tenggara, yang terbit di Kuala lumpur, Malaysia.

Sementara Arswendo Atmowiloto, yang juga kelahiran Surakarta, 26 November 1948, adalah penulis dan wartawan yang aktifdi berbagai majalah dan surat kabar seperti Hai dan Kompas. 

Penulis yang produktif ini menulis banyak cerpen, novel, naskah drama, skenario film, juga esei maupun artikel tentang berbagai hal dalam kehidupan.

Bahkan ketika dijebloskan ke penjara karena didakwa telah melakukan penistaan agama, Arswendo masih tetap konsisten dan tak henti menulis. Sehingga tak pelak lagi ketika keluar dari lembaga pemasyarakatan, terbitlah beberapa karyanya yang berupa novel maupun catatan ringan seputar kehidupan di dalam penjara.

Hanya saja yang membuat saya keheranan, dua sosok yang sangat saya kagumi itu, dilahirkan di daerah yang sama, Surakarta. Walaupun memang waktunya tidak sama. Baik tanggal, bulan, maupun tahunnya.

Akan tetapi kenapa ketika dipanggil kembali untuk menghadap Tuhan yang maha kuasa, Sapardi Djoko Damono dan Arswendo Atmowiloto bisa bersama-sama pada tanggal dan bulan yang sama. 19 Juli. Walaupun memang kalau SDD di tahun 2020 ini, sedangkan Arswendo di tahun 2019 yang lalu.

Tapi memang itulah yang dinamakan rahasia kehidupan. Rahasia Tuhan yang maha kuasa. Sebab hidup dan mati hanya Tuhan juga yang mengetahuinya.

Demikian juga hidup di dunia yang fana ini, sebagaimana dikatakan SDD dalam salah satu puisinya:

Yang Fana Adalah Waktu

Yang fana adalah waktu. Kita
abadi:
Memungut detik demi detik
Merangkainya seperti bunga
Sampai pada suatu hari kita lupa
untuk apa.
"Tapi, yang fana adalah waktu, bukan?"tanyamu.
Kita abadi

Ya, waktu dalam kehidupan di dunia ini memang fana. Dan yang abadi adalah nama, juga amal perbuatannya.

Sehingga meskipun telah meninggalkan kefanaan ini, kita masih akan terus mengenangnya. 

Demikian juga, bila hari ini kita masih sempat mendengar kematian orang lain, tapi siapa tahu besok atau lusa orang lain yang akan mendengar berita kematian kita sendiri. 

Pertanyaannya, apakah di saat mendengar berita tentang kematian kita, orang lain akan mengenang kita- sebagaimana wafatnya Sapardi Djoko Damono dan Arswendo Atmowiloto? ***

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun