Ketiga, Shin Tae-yong tidak bisa merangkul para pemain.
Salah satu yang masih tanda tanya adalah apakah Tae-yong dapat menjadi pelatih yang membuat para pemain nyaman.
Sederhananya begini. Jika kita bermimpi Shin Tae-yong dapat menjadi seperti Alex Ferguson di Manchester United, yang akan cukup lama membesut timnas, pertanyaannya adalah apakah para pemain menyukai gaya melatihnya.
Ini masih tanda tanya, karena di awal kepelatihannya, Tae-yong dianggap gagal melakukannya.Â
Media bahkan paling banyak menyorot tentang Tae-yong yang sering meremehkan para pemain dan memiliki relasi yang kurang baik dengan para asistennya.
Apa pedulinya dengan kenyamanan para pemain? Kita memiliki masa depan yang cerah dari pemain muda seperti Asnawi, Witan, Egy dan lainnya. Tidak mudah membimbing para pemain ini, perlu pendekatan spesial, seperti cara Ferguson mendidik David Becham, Paul Scholes dkk di jamannya.
Dalam buku The Legends Leadership Sir Alex Ferguson, skretaris Ferguson mennceritakan bahwa meski ketas, Ferguson dikenal  sebagai orang yang sangat perhatian terhadap orang lain, baik pemain ataupun staf. Dia bisa menjalin relasi personal dengan sangat baik.
Kita tentu berharap itu bisa dilakukan oleh Shin Tae-yong di timnas.Â
Jika pada akhirnya gagal, bisa saja akan berdampak pada penerapan taktik dan hasil di lapangan dan jikalau hal itu terjadi, dan berdampak sangat besar, maka dapat berarti waktu Tae-yong sudah usai.
Ketiga hal ini tidak bicara soal taktik, karena saya yakin jikalau bicara tentang itu, Tae-yong sudah mumpuni. Inipun bukan seperti patokan mati bahwa Tae-yong akan melakukannya suatu saat, karena bagaimanapun, prestasi lebih penting daripada hal-hal seperti ini. Â