Mohon tunggu...
Diana Intan Palupi
Diana Intan Palupi Mohon Tunggu... -

Penyendiri

Selanjutnya

Tutup

Money

Puan Bisa Mewarisi Marhaenisme Soekarno

16 Juni 2017   02:21 Diperbarui: 16 Juni 2017   02:58 331
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: rimanews.com

Suatu kali dalam rapatterbatas, Jokowi mengatakan dengan tegas: "pangan adalah soal hidup dan matinyabangsa. Saat ini yang dibutuhkan oleh rakyat bukan hanya ketersediaan pangandengan kualitas yang baik, bergizi dan terjangkau, tapi juga harus menjaga agarpara petani, produsen pangan tidak selalu dikalahkan, sehingga kita harapkanmereka dapat hidup lebih sejahtera".

Ucapan itu disampaikan dalamrapat tentang memperkuat peran bulog dalam ketahanan pangan nasional di kantorpresiden, Jakarta (13/6/2017). Puan Maharani sebagai Menko PMK turut hadirdalam rapat itu.

Pidato Jokowi sepenuhnyapenting. Setidaknya, pertama, pidato ini mencerminkan suatu kebijaksanaan seorang pemimpin yang menyadari bahwanegara ini adalah negara agraris di samping pula juga sebagai negara maritim.Ketergantungan pada sumber-sumber hasil pertanian sangat besar. Ketahananpangan sangat bergantung pada produktifitas para petani. 

Kedua, pidato ini jugamencerminkan sebuah sikap keberpihakan kepada petani. Keberpihakan kepadapetani adalah suatu hal yang penting. Saat kita menyadari bahwa pertanian itumerupakan hal yang penting dan sumber dari ketahanan pangan, maka sikap aktifkeberpihakan politik kepada petani praktis diperlukan. Tanpa sikap aktif ini,pertanian tidak akan maju. Para petani, dengan perasaan tak memperolehperhatian dari pemerintah, bisa satu demi satu meninggalkan lahan garapanmereka. Tak adanya perhatian berarti tak adanya apresiasi. 

Dampak dari perasaan tidak diapresiasiyang dirasakan oleh petani adalah merosotnya sumber-sumber penghasilan pangan.Bila yang demikian yang terjadi maka bukan tidak mungkin Indonesia butuhmelakukan impor beras atau sumber-sumber pangan lainnya. Ini tentu ironis.Negara agraris yang tak memiliki kemampuan mengelola sumber-sumber pertanian.

Bagi Puan Maharani, pidatoJokowi bukanlah hal yang baru. Puan sendiri adalah cucu dari presiden Soekarno.Dia tentu lebih banyak mendengar cerita-cerita kakeknya tentang keberpihakanpolitiknya kepada kaum tani. Jika kita sebagai pengagum Soekarno merujuk banyakcerita beliau dari buku-buku, Puan tentu lebih memiliki akses untuk mempelajarisikap keberpihakan politik kakeknya.

Puan tentu sudah mendengarbahwa kakeknya suatu kali berjumpa seorang petani miskin yang bernama Marhaen.Ia kemudian menjadi sebuah slogan yang mengental dalam prinsip keberpihakanSoekarno pada kaum petani. Ia mengentalkannya sebagai sebuah ideologiMarhaenisme. Beliau menyongsong ideologi ini sebagai sebuah penegasan kesadarandan keberpihakan politik kepada kaum tani. Soekarno menyadari betapa pentingnyamemberi dukungan dan bantuan kepada kaum petani, kaum marhaenis ini. Sepertikemudian diulang-ulang kembali oleh Jokowi, pangan adalah soal hidup danmatinya bangsa. Bagi bangsa Indonesia, ungkapan itu diperlukan untuk menggugahkesadaran.

Laluapa yang perlu dilakukan oleh Puan Maharani adalah tak lain segera mengambilsikap mengawal pidato tentang pentingnya ketahanan pangan. Puan Maharanimemiliki sumber yang lebih lama untuk dijadikan pedoman. Kakeknya adalahseorang yang revolusioner, soerang yang berpihak kepada kaum tani. Dia bisabelajar banyak darinya dengan menggali berbagai pikiran-pikiran beliau tentangkaum petani, tentang Marhaenis.  

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun