Di jalan ini, aku menemui kekacauan
kekacauan itu berwujud;
Kulihat seorang anak kecil,dekil nan kurus menangis.
Dia menangis pilu menggoyang-goyang raga sang ibu yang telah tiada
Sang ayah entah ke mana. Berpamitan pada dua anaknya kalau dia akan mencari remah nasi dan biskuit.
Mana bisa aku menahan air mata ini agar tak meluncur deras
Mataku tak bisa berpaling ketika sekerumunan orang membabi buta menggerakkan tangan-tangan penuh darah dan memar pada seorang lelaki yang memegang simbol kepercayaan dan kitab sucinya
Kudengar lagi mereka bilang, "Lelaki itu akan masuk neraka."
Mereka bilang lagi, "Tidak ada yang boleh selain golongan kami."
Pria malang itu diam-diam beribadah dan membawa barang terlarang menurut paham mereka.
Kuberpaling lagi. Mereka tengah mengadili para pezinah, pembunuh dan pencuri
Para pezinah dilempari batu sampai darah mereka mengucur di kepala mereka
Para pembunuh dihukum sesuai dengan cara mereka membunuh
Para pencuri meraung-raung, menahan perih luar biasa saat mereka sadar kedua tangan mereka tak lagi ada
Tiada yang lebih horor daripada pemandangan sakit jiwa ini
Kembali kulihat sang ayah malang tengah memperebutkan sekarung beras dan seekor ayam dari tangan seorang kakek ringkih
Sang kakek berusaha keras mempertahankan apa miliknya
Sang ayah anak malang tadi, sudah kalap lalu pisau yang terselip di pinggangnya menjadi penebas nyawa si kakek ringkih itu
Lalu kulihat para penguasa tertawa gembira di gedung-gedung tinggi pencakar langit
Mereka berpesta, menikmati santapan lezat dan bisa ditambah sesuai keinginan mereka.
Busana mereka dari kain berkilap dengan benang berlapis emas dan suasa.
Yang mereka nikmati tak sebanding dengan makanan para rakyat jelata yang sengsara.
Yang mereka pakai tak ada bandingnya dengan pakaian yang melekat begitu saja di tubuh mereka.
yang mereka kerjakan hanya memanipulasi undang-undang dan aturan keagamaan
demi meluluskan ambisi tahta dan harta
Mereka memecah belah agar masyarakat marah
saling berperang dengan saudara mereka sendiri.
Lalu mereka muncul bak pahlawan yang memberik angin perdamaian
padahal hanya tipu muslihat
padahal mereka yang menginginkan negara berdiri berdasarkan apa yang mereka mau
Setelah begini, ke mana perdamaian yang mereka serukan?
Setelah begini, ke mana toleransi dan saling mengasihi yang mereka teriakan?
Siapa yang bertanggungjawab atas kekacauan tiada henti ini?
Siapa yang mau menanggung penderitaan mereka yang tersiksa dan sengsara?
Aparat keamanan pun tak bisa memberi keamanan kala warga jugalah yang menebar konflik atas kekacauan yang mereka buat?
Lalu apa arti sebuah negara,
Apa arti bangsa,
Apa arti penguasa kalau akhirnya harus binasa?