Kemudian, perempuan berkacamata itu menyampaikan bahwa fenomena women support women itu masih sulit terwujud di lingkungannya. Contohnya ketika ia pernah mencoba curhat kepada seorang wanita lain, tanggapan yang didapatkan hanyalah kedangkalan.
Ketika mendengar kata "curhat", telinga saya langsung berdiri. Kalau seandainya curhat itu bisa dilarang, maka itu adalah hal yang bagus. Curhat dalam pandangan saya sebenarnya hanya boleh diajukan kepada orang tua. Melakukannya kepada orang yang salah berpotensi mengubah dekadensi ke level yang lebih tinggi.
Mari kita cek firman Allah subhanahu wa ta'alaa di surah Yusuf, ayat 86: "Dia (Ya'Kub) menjawab: 'Sesungguhnya hanyalah kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku'."
Jadi sebenarnya curhat yang paling efektif itu dilakukan ketika kita sedang berada di hamparan sajadah. Harus kita sadari bahwa telinga makhluk itu biasanya bebal, dan mulutnya beracun.
Setelah pemaparan dari Mbak Anna, dua narasumber bergantian menyampaikan pandangan mengenai kekuatan dan kelemahan dari naskah tersebut. Ada satu perkataan menarik yang terlontar dari mulut Varli.
"Terlepas dari bagus atau tidaknya naskah, proses kurasi seperti ini jauh lebih baik ketimbang 'pelatihan menulis satu minggu', kemudian jadi buku yang mengakibatkan krisis ISBN," ujar Varli.
Saya setuju, bedah buku merupakan suatu cara belajar bagi seorang penulis dengan cara "ditusuk" dan "diiris". Acara ini sebenarnya berjalan lancar, apalagi sikap para pesertanya lumayan dinamis.
Namun ada juga hal yang membuat saya mangkel, yaitu oknum dari kalangan ibu-ibu. Mereka kadang berbisik sana-sini, main HP, dan melakukan hal-hal yang tak ada hubungannya dengan kegiatan. Menurut perspektif saya, ihwal seperti itu membuat pemandangan yang tak menyenangkan. Barangkali ini yang dimaksud Mbak Anna bahwa women support women masih sekadar wacana di daerah ini.
Bahkan saya memiliki syak wasangka kalau oknum-oknum tersebut tahu bahwa acara yang didatanginya merupakan suatu pembelajaran literasi. Mereka pikir acara gosip mungkin, ya.
Pada akhirnya acara pun usai. Para peserta berkesempatan mendapatkan rabat jika membeli buku-buku dari penulis lokal yang disediakan oleh penerbit Enggang Media. Ketika mereka sedang sibuk memilih dan memilah, saya pun segera bertolak dengan membawa sebuah kotak putih berisi nasi, ayam goreng, dan sayuran. Enaaaak!