Mohon tunggu...
Dicky Armando
Dicky Armando Mohon Tunggu... Administrasi - Orang Biasa

Seseorang yang bermimpi berbuat sesuatu yang luar biasa untuk masyarakat dan negara-nya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Cerpen: Petuah Pemulung

9 Juli 2021   20:12 Diperbarui: 10 Juli 2021   22:01 702
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi gerobak. Sumber: B Hunt/Pixabay

Nama aslinya Matthew Growback, tapi orang-orang Arrogan Alley biasa memanggilnya dengan sebutan Mat Grobak, karena ia bekerja sebagai pemulung yang selalu membawa gerobak ke mana pun.

Pertemuanku pertama kali dengan Mat Grobak terjadi dua tahun lalu, di hari yang gerimis nan sejuk. Langkah kakinya tak terdengar dari luar pagar rumahku yang tingginya hanya sedada orang dewasa.

"Perlu bantuan, Tuan?"

Saat itu aku setengah kaget, tak disangka ada orang lewat, kukira setan. Aku sedang memasukkan sampah makanan ke dalam sebuah plastik hitam besar. "Kenapa Anda bertanya?"

"Karena saya seorang pebisnis, Tuan," jawabnya dengan tersenyum. "Orang-orang di Arrogant Alley tak semuanya sanggup mencium aroma sampah, dan aku mampu. Seikhlasnya saja, Tuan. Kubuang sampah untukmu."

Sesingkat itulah pertemuan bisnis kami. Semua senang, semua menang. Tapi beberapa tetanggaku mengaku tidak suka dengan kehadiran Mat Grobak. Kata mereka orang seperti dia tak layak masuk ke kompleks perumahan terhormat.

Sejujurnya aku tak sependapat. Seorang manusia baru bisa dikategorikan terhormat dengan sejumlah faktor, dua di antaranya adalah pekerja keras dan memiliki sikap yang baik. Mat Grobak memiliki kedua-nya, bagiku ia adalah orang yang terhormat, hanya saja belum beruntung.

Tentu saja kubiarkan para tetangga itu berkata seenaknya. Aku tak berselera harus berdialog atau berdebat dengan kaum yang tak punya empati kepada orang lain.

Aku sangat mengerti bahwa Arrogant Alley dipenuhi orang-orang yang digaji oleh negara. Sehingga mereka belum pernah merasakan tidur di emper toko, atau kedingingan di bawah jembatan. Orang-orang semacam ini hanya menghormati soal pangkat-jabatan. Sungguh aku telah berurusan dengan manusia macam itu sepanjang hidup.

Rumahku di tempat ini juga awalnya milik seseorang yang digaji pemerintah, aku lupa sebagai apa ia bekerja. Intinya dia punya utang yang tak sanggup dibayar kepadaku.

Sekarang, setelah sekian lama menjadi warga Arrogant Alley, reputasiku tersebar dengan baik. Kuhitung hampir dua puluh kepala keluarga di sini sedang memiliki utang kepadaku dalam jumlah yang tak sedikit. Uniknya adalah kenyataan bahwa mereka tetap bergaya mewah. Sungguh itu hal lucu buatku.

Sementara Mat Grobak, meski mengenakan baju jelek, tapi ia menghasilkan uang tiap hari. Bisa makan, bisa minum, tak ada utang. Ukuran kebahagian seseorang tentu berbeda. Ada yang sedikit uang tapi bahagia, ada pula baru bisa bahagia kalau punya banyak utang.

***

Barangkali yang membuat beberapa tetangga membenci Mat Grobak karena ia selalu berceramah ketika bertemu orang. Macam-macam nasihat dilontarkannya. Aku pun pernah diberi wejangan olehnya.

"Jadi, Tuan Barry Allon. Meminjamkan uang kepada yang membutuhkan itu baik adanya. Tapi janganlah sampai menghancurkan pada akhirnya. Kenapa harus ada yang kalah kalau kita bisa menang bersama-sama?"

Begitu kata-katanya padaku sambil memasukkan beberapa kantong sampah ke dalam gerobak. Aku senyum-senyum sendiri, karena aku juga tahu apa yang kulakukan bukanlah hal yang "bersih". 

Tapi setidaknya aku tak pernah memaksa siapa pun meminjam uang. Namun kata-kata Mat Grobak memang sampai di hatiku. Tak hanya pesan, tapi cara ia menyampaikan tidak menggurui, sehingga aku pun tak merasa sedang diceramahi.

"Pangkat dan jabatan tak dibawa mati." Begitu kalimat yang sering diulang-ulang Mat Grobak kepada beberapa tetanggaku. Mereka benar-benar membenci kata-kata itu. Sampai ada di antara mereka yang tak mau lagi menggunakan jasa Mat Grobak untuk mengambil sampah.

Terutama Jordi Alba, seorang pemimpin utama di lembaga hukum milik pemerintah. Ia sangat membenci kata-kata mutiara Mat Grobak. Suatu hari aku pernah melihatnya mengusir Mat Grobak dengan kasar. Tapi namanya orang tak punya beban, tenang saja pemulung itu pergi seperti tak terjadi apa-apa.

Beberapa insan di antara manusia memang banyak yang cinta dunia. Mereka takut luar biasa jika harus kehilangan gemerlap. Khawatir jika suatu hari tak lagi menonjol. Namun bagi pemulung seperti Mat Grobak, bermimpi pun ia sepertinya tak pernah. Hidup baginya adalah sebuah aliran yang hanya Tuhan mampu menghentikan.

***

Mungkin banyak orang tak menyadari bahwa gerobak milik Mat Grobak itu unik. Bersih mengkilap tidak tampak seperti barang usang. Jika diperhatikan baik-baik, gerobak tersebut dibuat dengan detail yang sangat mengagumkan. 

Roda yang terpasang misalnya, terbuat dari karet berkualitas tinggi. Intinya segala bahan yang dipakai adalah berasal dari bahan yang baik, ringan, dan tahan karat.

Bukannya tidak boleh pemulung memiliki hal-hal itu, hanya saja tidak lazim. Tapi selama tidak merugikan orang lain, maka Mat Grobak boleh memiliki apa pun. Begitu pikiranku meski tetap menyimpan curiga terhadapnya.

Lamunanku yang masih membayang gerobak ajaib itu seketika buyar ketika mendengar suara teriakan dari arah rumah Jordi Alba. Sekelompok mafia mengepung rumah mewah itu. Aku bersembunyi di balik pagar sambil mencoba menghubungi pihak berwajib via telepon genggam.

Suara tembakan bergema ke mana-mana. Baru kutahu mungkin begini rasanya hidup di daerah konflik seperti yang kulihat di berita televisi. Suara tangisan dari tetangga lain juga sampai ke telingaku.

Kulihat para mafia itu tidak mengincar orang lain selain Jordi Alba sekeluarga. Katanya bos dari para pelaku kriminal tersebut dijatuhi hukuman dua puluh tahun penjara, sehingga mereka menuntut balas kepada siapa yang berperan atas kasus tersebut.

Ketika suasana semakin mencekam. Entah dari mana Mat Grobak muncul dengan tenangnya. Kulihat ia menekan semacam tombol yang tersembunyi di bagian bawah tangkai pegangan gerobak.

Kurang dari sepuluh detik, benda itu berubah menjadi senapan mesin yang mampu memuntahkan dua ribu peluru per menit. Para mafia yang berjumlah sepuluh orang itu sekarang telah meregang nyawa.

Mat Grobak kembali menekan tombol, dan gerobak kesayangannya menjadi sediakala.

Jordi Alba berlari sambil menangis mendekati Mat Grobak. "Terima kasih, Tuan Matthew! Apa yang bisa kulakukan untukmu?"

Mat Grobak berbalik arah, dan kemudian berkata: "Pangkat dan jabatan tak dibawa mati."

----

Dicky Armando, S.E. - Pontianak

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun