Mohon tunggu...
KOMENS
KOMENS Mohon Tunggu... Mahasiswa -

Komunitas Menulis di Politeknik Elektronika Negeri Surabaya. Visi :Mengembangkan wadah Mahasiswa berprestasi di bidang karya tulis dan karangan bebas sesuai bakat yang di milikinya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Jeritan Malam

21 April 2017   18:54 Diperbarui: 22 April 2017   10:00 528
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Oh, yang katanya lampu ruang on airnya mati-hidup sendiri itu? Dan katanya yang mainin itu kunti*****? Tau kok. Emang kenapa nanya?”, jawab Ugi.

“Ya penasaran kan katanya dulu ada siswa sini yang hilang 5 hari dari rumah trus tiba-tiba ditemuin di dalam ruang radio kekunci sendiri”, balasku.

“Serius kamu Har??”, tanya Yunus kaget.

“Iya, tapi aku nggak tau gimana kronologinya bisa kayak gitu”, tambahku.

“Sebenarnya aku tau ceritanya Har”, timpal Ugi.

“Gimana Gi ceritanya??”, tanya Yunus penasaran.


“Jadi gini, si F itu dulu sewaktu pulang ekskul basket malem-malem sempet kencing di area ruang radio itu tanpa bilang permisi dan langsung pergi. Setelah itu dia dikabarkan hilang dalam perjalanan pulang selama 5 hari itu. Orang-orang berhasil nemuin dia pas sewaktu ruangan itu dibersihin. Ketika ditemukan, dia masih dalam kondisi tidak sadar dan berpakaian jersey basket ekskulnya. Dia sempat ditanya awalnya bagaimana tapi dia sendiri tidak ingat. Hal terakhir yang dia ingat sebelum hilang adalah saat mau mengambil sepeda motornya di parkiran dia dihadang oleh sosok besar hitam berbulu dan bermata merah darah menyala. Kemudian semua menjadi gelap dan tiba-tiba dia dibangunkan petugas di dalam ruangan itu.”

“Oh ya dia juga mengaku di dalam mimpinya diancam akan dijadikan tumbal karena telah berani mengencingi daerah kekuasaannya”, tambah Ugi.

Tiba-tiba ada suara seperti barang pecah dari arah dekat perpus. Suara itu sungguh nyaring sehingga membuat kami bertiga terkejut. Dari kejadian ini aku mengerti bahwa ini adalah isyarat bagi kami bertiga untuk diam tidak membicarakan penghuni ruang radio tersebut. Perlahan aku mencoba menengok sekitar, keadaan cukup sepi, lalu kutengok jam di Hpku ternyata sudah pukul 12.00 dini hari. Kami bertiga lalu sepakat untuk menanyakan kapan JM dimulai ke tim acara. Mereka membalas 10 menit lagi. Selang beberapa menit ada pesan masuk dari tim acara agar di posku tidak ada aksi menakut-nakuti, mereka mengatakan posku hanya sebagai pengecek kelengkapan dari masing-masing regu peserta serta mereka meminta agar kami mengawasi secara ketat peserta supaya kalau terjadi apa-apa segera dapat menghubungi tim kesehatan yang berjaga di UKS.

Suara gedoran pintu terdengar keras dan teriakan-teriakan panitia membangunkan peserta mengaung layaknya singa. Peserta beranjak bangun lalu bergegas menuju lapangan utama, mereka dibariskan dan dikelompokan secara acak dengan peserta lain untuk mengikut JM. Meskipun berkelompok nantinya mereka akan berjalan secara sendiri-sendiri melewati pos uji nyali. Lalu masuk ke dalam ruang kelas untuk penenangan sejenak sebelum menuju pos akhir. Kloter pertama dari peserta mulai diberangkatkan setidaknya dalam satu regu berjumlah sekitar 4-5 orang. Pada waktu ini kloter pertama sampai ketiga tidak ada masalah sama sekali hingga menuju pos terakhir. Namun, hal  tersebut tidak berlaku bagi kloter keempat ini. Setiba regu keempat ini tiba di pos yang kujaga, aku merasakan hal yang tidak biasa. Pusing melanda kepalaku dan perasaan tidak enak,benar-benar tidak mengenakkan melingkupi pos ini. Entah kenapa aku merasa seperti sedang diawasi oleh sesuatu di kejauhan tetapi aku tidak tahu apa itu.

Ternyata tidak hanya aku saja yang merasakan ini tetapi kedua temanku yang lain Ugi dan Yunus. Mereka juga merasakan hawa tidak enak. Selain itu, ada satu orang yang menurutku bertingkah agak aneh dalam regu tersebut. Dia terlihat berwajah pucat dan mengeluarkan banyak keringat seperti sedang menghadapi seekor binatang buas yang siap menerkam.  Ekspresi ketakutannya begitu terpampang nyata. Pada situasi tersebut aku dan teman-teman sudah akan bersiap menghubungi tim kesehatan tetapi sebelum itu kami menanyai apakah dia sanggup untuk melanjutkan perjalanannya. Entah karena nekat atau memang tidak tega meninggalkan teman seregunya dia menyanggupi untuk tetap lanjut. Namun, sekali lagi kami bertanya dengan tegas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun