Basecamp Sikunang berada di Desa Sikunang, Kecamatan Kejajar, Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah. Lokasi parkir sudah dipadati oleh kendaraan bermotor para pendaki. Weekend selalu ramai, apalagi selama long weekend ini.
Tidak ada tempat istirahat yang tak dipenuhi pendaki, termasuk warung makan. Kami pun istirahat seadanya, ada yang sambil berdiri, menunggu pendakian ke puncak yang baru boleh dilakukan pada pukul 3:00. Katanya sih demi keselamatan para pendaki.
Jalan beraspal yang tak terlalu lebar di depan basecamp, silih berganti dilalui kendaraan yang menuju ke Bukit Sikunir. Mereka ingin menikmati keindahan sunrise dengan mendaki secara minimal. Sedangkan kami, ingin menikmati keindahan sunrise menurut versi kami sendiri.
Sekitar pukul 2:50, seorang petugas dari Basecamp Sikunang mendatangi kami, lalu memberikan beberapa lembar peta pendakian. Ia kemudian memberikan briefing tentang prosedur keselamatan, kenyaman dan kelestarian alam yang harus dipatuhi. Kemudian, tektok kami ke puncak Gunung Bismo pun dimulai.
Udara mulai terasa sangat dingin, sehingga saya pun perlu melapisi tubuh saya ini dengan jaket parasut lain yang lebih tebal. Nanti setelah jalan beberapa saat, tubuh ini pastinya akan terasa hangat.Â
Melansir dari diengplateau.com, dataran tinggi Dieng memiliki suhu udara yang cukup dingin. Di siang hari suhu udara berkisar antara 12 - 20 derajat Celsius, sedangkan pada malam hari berkisar 6 - 10 derajat Celsius. Sedangkan di musim kemarau, suhu udara bisa mencapai 0 derajat Celsius.Â
Suhu udara dingin ekstrem kerap terjadi di dataran tinggi Dieng pada puncak musim kemarau, yaitu di bulam Juli - Agustus. Akan turun embun es. Masyarakat lokal menyebutnya "Mbun Pas", yang bisa merusak tanaman dan menyebabkan gagal panen.Â
Bagi kamu yang ingin mendaki ke gunung-gunung yang ada di Dieng plateau atau dataran tinggi Dieng, perlu persiapan yang lebih matang jika mau mendaki di bulan Juli dan Agustus. Salah satu penyebab hipotermia bagi pendaki adalah suhu gunung yang dingin.
Kami lalu berjalan memasuki perkampungan. Jalan sedikit menurun. Tak ada aktivitas warga karena masih terlalu pagi. Suara langkah kaki para pendaki yang melintas di depan dan samping rumah warga desa Sikunang, seakan bunyi alunan musik yang menina bobokan mereka.
Kemudian kami melintasi sebuah jembatan. Sekarang kami sudah berada di ladang warga yang luas, menapaki jalan kecil yang dicor semen sedikit menanjak. Sinar senter dan headlamp yang kami bawa dan kenakan menerangi pagi yang gelap.