Cukuplah aku dan cerpen saja hari ini.
Kalimat itu terngiang berulang ulang dikepala Santoso, Santoso pemuda idealis yang kesepian. Mencari cara agar tetap bersemangat berbagi, meskipun kadang ia lupa berbagi tidak harus lewat tutur kata.
Hari ini tulisannya tidak banyak, hanya berupa seonggok gumpalan. Ia tidak meminta orang lain untuk mengerti maksudnya, tidak juga mencari ketenaran untuk memenuhi eksistensi diri.
"Hai Santoso" Sapa Andini dalam mimpinya
"Hari ini kau lelah, aku tau. Tulang punggungmu makin hari makin rapuh kenapa? Kalau kuterka tidak mungkin karena makanan dan rokokmu, tapi apa?" Lanjut Andini
Santoso tidak bisa menjawabnya, mulutnya terkunci rapat bahkan untuk sehelai rambutnya tidak bisa melewatinya. Walau ada kata yang meronta dibalik mulutnya.Â
"Aku tidak tau, maaf aku tidak ada disana San. Bagaimana kalau untuk menebudnya aku menemanimu jalan-jalan di taman malam ini?" Pinta Andini
Lagi-lagi Santoso tidak bisa menjawabnya, tapi isyarat anggukan kepala mengiyakan dapat ditangkap oleh Andini.
"Baiklah, mari. Akan kutunjukkan tempat yang indah untukmu, tempat diman siapapun akan terkagum-kagum atas ciptaan-Nya"
"Kau tau San, sebenarnya aku juga kesepian disini. Hanya berharap kau letih dan mau kutemui, meskipun aku tidak ingin melihatmu dalam keadaaan seperti terus-menerus. Maaf, aku hanya rindu"
Santoso menoleh, matanya tajam, dahinya mengernyit karena tidak bisa menjawabnya dengan mulut yang terkunci. Mungkin Santoso mengerti bagaimana perasaan Andini saat ini. Namun ia tidak bisa menjawab untuk mengatakan bahwa ia juga ingin mengatakan hal yang sama.
"Sudah hampir 2 tahun ya, ahh kau selalu lucu saat mengernyitkan dahi. Hahaha.--kalimatmu puitis dan ku rindu"
Andini tak pernah menyembunyikan perasaannya dan karena itulah Santoso suka. Santoso ingin memeluknya, tapi ia tak kuasa mengendalikan tubuh dengan sepenuhnya.
"Kita telah sampai! nah itu dia tempatnya aku sudah meminta izin untuk dibuatkan bangku disini, jadi tenang saja tidak akan ada yang menggangu apalagi bercuit-cuit baik itu hanya bercanda atau apalah aku juga tidak ambil pusing."
Taman mimpi, udaranya lebih bersih dari tempat sebelumnya. Tidak ada lampu, hanya ada sebuah bangku menghadap langit yang bertaburan bintang kerlap kerlip. Cahayanya mampu menerangi wajah Andini yang cantik dan manis lesung pipinya, Mata Santoso terbelalak kagum atas ciptaan-Nya.
"Padahal kita baru saja tiba, tapi tak apa setidaknya aku telah menguatkan tulang punggungmu sedikit. Sampai jumpa Santoso!"
Santoso terbangun, keringat membasahi seluruh tubuhnya. Tapi ada senyum tipis terukir diwajahnya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI