Mohon tunggu...
Katak kecil
Katak kecil Mohon Tunggu... Mahasiswa - di emper pondok ar-Rohman

Keringkan rumput selagi mentari bersinar.(***)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Belajar dari Alam: Tentang Kasih Sayang dan Keharmonisan

25 Januari 2022   15:53 Diperbarui: 25 Januari 2022   21:42 511
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sambil membawa kresek hitam, Pakpuh berjalan menuju arah kali. Yang ku lihat, ternyata ada seorang kakek sedang duduk di pinggir kali bersama setumpuk kayu di sampingnya. Aku berpikir kresek itu adalah bekal sarapan Pakpuh, tapi kenapa Pakpuh membawanya ke sana, bukankah Pakpuh akan sarapan di sawah? Aku yang penasaran, akhirnya ku putuskan untuk ikut menghampirinya. 

"Mbah, Njenengan sudah saparan belum? Ini ada nasi bungkus buatan istri saya, Mbah ambil, Mbah makan ya!" kata Pakpuh kepada Kakek itu. 

"Terima kasih, Mbah memang belum sarapan tapi, rumah Mbah sudah dekat kok, ndakpapa, itu sarapan buatan istri kamu, tentunya untuk kamu sarapan. Jadi kamu makan saja, jangan kasih ke Mbah!" jawab tegas Kakek itu. 

"Tidak apa Mbah, tenang saja. Ini adalah rezeki buat Njenengan, hanya saja dititipkan lewat saya. Diterima ya Mbah! kalau saya nanti gampang Mbah, bisa bakar singkong di sawah, hehe" tangkas Pakpuh. 

"Duh Gusti masih ada orang baik. Terima kasih, Mbah terima ya. Mbah sebenarnya juga tidak tau, nanti harus sarapan pakai apa. Sebab sekarang tidak ada yang merawat Mbah. Mbah sebatang kara" jawab Mbah dengan wajah yang letih, kelelahan. 

Aku yang melihat peristiwa itu, hanya tertegun. Bisa-bisanya Pakpuh seperti itu. Padahal yang aku tau, tak ada setonggok singkong pun di sawahnya. Demi Kakek itu, Pakpuh rela mengatakan seperti itu. Sedangkan, pekerjaan yang akan dikerjakannya nanti tidaklah ringan. Apalagi sekarang musim kemarau, semakin siang tentu hawa akan semakin terasa panas dan menguras energi. Kembali melanjutkan perjalanan.... 

"Pakpuh kenapa Pakpuh seperti itu, tadi? Memberikan sarapan itu, lalu Pakpuh sarapan pakai apa?" tanya Dina yang sebegitu penasaran dengan sikap Pakpuhnya. "Tidak apa Dina, seperti yang tadi Pakpuh katakan. Nasi bungkus itu memang rezeki Kakek itu. Pakpuh kasihan sekali melihatnya. Kakek itu memang sedang kesulitan, seperti yang dikatakannya. Ia sekarang sebatang kara. Tidak ada yang perlu dipertimbangkan, ketika menemui orang-orang seperti itu Dina. Mereka jelas membutuhkan uluran tangan-tangan kita. Lihat tadi, padahal hanya sebuah nasi bungkus, tapi sudah menciptakan rasa syukur di hati Kakek tadi, beliau begitu bahagia" Pakpuh menjelaskan alasannya. 

"Hem, begitu ya Pakpuh. Di zaman sekarang ini, jarang ada orang-orang seperti Pakpuh." "Dina salut sama Pakpuh" pujian Dina kepada Pakpuhnya sambil meliukkan jarinya membentuk jempol. 

"Oke, kalau Pakpuh seperti itu, Ini buat Pakpuh." "Seperti yang Pakpuh katakan pada kakek tadi. Nasgor ini sebenarnya juga rezeki Pakpuh, tentu dilewatkan melalui Dina juga Ibu. Dina juga ingin seperti Pakpuh bisa berbagi kepada sesama, jadiii jangan ditolak ya Pakpuh! Tenang Pakpuh, ada banyak buah mangga masak di ladang Paman Zaki, Dina dan teman-teman akan memetiknya nanti, hehe" sikap Dinda yang menirukan Pakpuhnya, sambil mengulurkan bungkusan nasgor. Agaknya, Ia sudah banyak belajar. 

"Heisstt, kok kamu jadi ikut-ikutan." "Tapi yasudah, karena niat kamu ikhlas, Pakpuh terima nasgor ini" jawab Pakpuhnya, bahagia. "Nah, begitu dong Pakpuh. Dina senang bisa berbagi dengan Pakpuh, hehe" tambahnya. (***) 

Di sana ada sudah ada empat orang temannya, yakni Joni, Sarah, Lala, dan Zaki. Tampak sekali semangat diwajah-wajah mereka. Memang, mereka sama-sama telah terdidik menjadi anak-anak desa, yang suka bersahabat dengan alam sekitar. Di samping, tentu mereka adalah anak-anak yang beruntung, dikelilingi dengan lingkungan yang mengajarkan banyak karakter dan hikmah kehidupan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun