Mohon tunggu...
Arike Amanda Syaqofa
Arike Amanda Syaqofa Mohon Tunggu... Mahasiswa

saya adalah seorang mahasisiwa ilmu komunikasi yang memiliki minat dalam publick speaking, selain itu saya juga menyukai hal yang berhubungan dengan kencatikan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Proses Pembuatan APE Lari dari Masalah dalam Kegiatan Pengabdian Masyarakat Mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 Surabaya di Desa Sajen

10 Juli 2025   18:49 Diperbarui: 10 Juli 2025   18:49 48
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Pendidikan karakter di lingkungan pesantren memiliki peran penting dalam membentuk integritas moral dan spiritual generasi muda. Namun, di balik dinding asrama yang penuh nilai religius, terdapat pula dinamika khas remaja yang terkadang muncul dalam bentuk perilaku menyimpang atau kenakalan. Fenomena seperti membolos sekolah, kabur dari pondok, hingga kehilangan motivasi belajar adalah persoalan nyata yang dialami oleh sebagian santri. Persoalan ini menuntut pendekatan yang tidak hanya normatif, tetapi juga kreatif dan partisipatif.

Bertolak dari realitas tersebut, sekelompok mahasiswa Universitas 17 Agustus 1945 (Untag) Surabaya, melalui kegiatan pengabdian masyarakat di Desa Sajen, Kecamatan Pacet, Kabupaten Mojokerto, merancang sebuah alat permainan edukatif (APE) berjudul Lari dari Masalah. Permainan ini dirancang secara khusus untuk menyentuh isu-isu kenakalan remaja dalam konteks pesantren, dengan melibatkan 35 santri dan santriwati dari Pondok Pesantren Sabilulrahma sebagai peserta utama. Kegiatan ini tak hanya menitikberatkan pada produk akhir, tetapi juga pada proses riset, perancangan, dan pelibatan peserta dalam dinamika bermain dan berefleksi.

Latar Belakang dan Riset Awal: Menemukan Akar Masalah

Langkah pertama dalam proses pembuatan APE Lari dari Masalah adalah memahami konteks dan kebutuhan lapangan secara mendalam. Tim pengabdian melakukan observasi langsung ke Pondok Pesantren Sabilulrahma, berdialog dengan pengurus, ustaz, serta beberapa santri untuk menggali isu-isu yang sering muncul. Hasil observasi menunjukkan bahwa kasus membolos dan kabur dari pondok bukanlah hal yang asing, meski seringkali tidak dibicarakan secara terbuka.

Dari sinilah muncul gagasan bahwa isu tersebut perlu disuarakan dengan cara yang aman dan konstruktif. Boardgame dipilih sebagai media karena dapat memfasilitasi dialog, refleksi, dan pengalaman emosional secara tidak langsung. Sebelum mendesain permainan, tim juga mempelajari teori psikologi remaja, metode pembelajaran partisipatif, dan studi kasus kenakalan remaja berbasis pesantren.

Konsep dan Tujuan: Menyentuh Tanpa Menghakimi

APE Lari dari Masalah tidak dirancang untuk menggurui. Sebaliknya, ia bertujuan untuk:

  1. Menggambarkan dilema dan tekanan yang dihadapi remaja pondok, melalui narasi permainan.
  2. Membuka ruang refleksi bagi para santri untuk memahami dampak dari setiap tindakan mereka.
  3. Mendorong empati dan kesadaran moral, tanpa rasa takut atau hukuman.
  4. Mengembangkan kerja sama dan komunikasi antar santri, melalui mekanisme permainan kelompok.

Permainan ini menyajikan skenario kehidupan sehari-hari santri dalam bentuk papan dan kartu cerita. Di dalamnya terdapat tantangan yang mencerminkan masalah nyata seperti diajak bolos oleh teman, mengalami konflik batin karena aturan pondok, tekanan akademik, atau kerinduan terhadap keluarga.

Desain Permainan: Dari Narasi ke Mekanisme

Proses perancangan boardgame dimulai dengan merumuskan alur cerita utama dan tipe karakter. Dalam Lari dari Masalah, pemain akan berperan sebagai tokoh remaja bernama Rijal atau karakter lain yang dihadapkan pada berbagai situasi pilihan.

Permainan dibagi dalam beberapa babak pilihan, misalnya:

  • Babak 1: "Rijal terlambat bangun dan harus memilih: masuk kelas terlambat, atau ikut temannya membolos ke warung."
  • Babak 2: "Rijal merasa tertekan karena nilai hafalannya menurun. Ia mulai mempertimbangkan untuk kabur."

Setiap pilihan memiliki konsekuensi yang akan membawa pemain ke jalur "pendewasaan" atau "penghindaran masalah". Nilai utama yang ditanamkan adalah bahwa lari dari masalah mungkin tampak mudah, tetapi konsekuensinya tidak selalu lebih baik.

Setiap kelompok yang terdiri dari 5 santri akan bermain bersama dan mendiskusikan setiap keputusan. Dengan begitu, permainan ini juga menumbuhkan diskusi moral dan empati antarteman.

Implementasi Lapangan: Proses Bermain yang Mendidik

Permainan ini diterapkan dalam dua sesi utama. Mula-mula para peserta dibagi ke dalam dua kelompok besar, masing-masing terdiri dari beberapa tim kecil. Setiap tim bermain boardgame selama kurang lebih 45--60 menit. Dalam proses ini, fasilitator dari mahasiswa mendampingi dan mengarahkan diskusi ringan tentang pilihan-pilihan yang mereka ambil di dalam permainan.

Selama permainan berlangsung, terjadi berbagai dinamika menarik. Beberapa peserta bersikap hati-hati dalam memilih, sebagian lain bersikap impulsif. Yang paling menarik, setelah beberapa putaran, muncul kesadaran kolektif bahwa tindakan lari dari masalah---baik membolos, berbohong, maupun kabur---justru menghadirkan lebih banyak konflik.

Puncak dari kegiatan ini adalah minidrama. Setiap kelompok memilih satu alur cerita dari permainan yang mereka mainkan untuk dijadikan skenario drama singkat. Drama ini kemudian dipentaskan di hadapan kelompok lain dan para pengurus pondok.

Drama menjadi wahana ekspresi yang luar biasa. Dengan memerankan tokoh yang mereka mainkan sebelumnya, para santri benar-benar menghidupkan cerita, lengkap dengan konflik batin, penyesalan, dan usaha memperbaiki diri. Beberapa adegan bahkan membuat penonton larut dalam emosi karena begitu dekat dengan kenyataan hidup mereka.

Refleksi dan Dampak: Lebih dari Sekadar Permainan

Setelah sesi drama, kegiatan dilanjutkan dengan sesi refleksi terbuka. Para santri diberi kesempatan untuk berbicara tentang pengalaman bermain dan akting mereka. Beberapa dari mereka mengaku bahwa mereka pernah mengalami situasi yang mirip seperti yang ada dalam boardgame, namun selama ini tidak tahu harus bercerita kepada siapa.

Kegiatan ini membuka ruang komunikasi yang selama ini mungkin tertutup. Ustaz dan pengasuh pondok pun merasa bahwa pendekatan seperti ini jauh lebih efektif dalam menyentuh hati santri. Salah satu ustaz mengatakan, "Kami biasa menasihati mereka, tapi ternyata mereka lebih terbuka ketika diajak bermain dan berdialog dengan teman-temannya sendiri."

APE Lari dari Masalah bukan hanya tentang mencegah kenakalan remaja, tetapi juga tentang memahami akar masalah, membangun empati, dan menumbuhkan kesadaran internal. Para santri mulai menyadari bahwa mereka tidak sendiri dalam menghadapi tekanan dan bahwa selalu ada jalan keluar selain lari dari tanggung jawab.

Tantangan dalam Proses Pembuatan

Tentu saja, proses perancangan dan pelaksanaan boardgame ini tidak lepas dari tantangan. Beberapa di antaranya adalah:

  • Menyesuaikan isi cerita agar sesuai dengan nilai-nilai pesantren, tanpa kehilangan makna aslinya.
  • Menyusun naskah dan visual permainan yang sederhana namun kuat dalam menyampaikan pesan.
  • Membuat peserta nyaman untuk bermain peran, meskipun sebagian dari mereka belum terbiasa tampil di depan publik.

Namun berkat kerja tim, dukungan dari pihak pesantren, dan antusiasme peserta, tantangan tersebut dapat diatasi dengan baik.

Kesimpulan: Dari Permainan ke Perubahan

Kegiatan pengabdian masyarakat mahasiswa Untag Surabaya di Desa Sajen, khususnya di Pondok Pesantren Sabilulrahma, menunjukkan bahwa pendidikan karakter bisa dilakukan dengan cara yang kreatif, reflektif, dan menyenangkan. Melalui APE Lari dari Masalah, para santri tidak hanya diajak bermain, tetapi juga diberi ruang untuk memahami diri mereka sendiri, menghadapi kenyataan, dan belajar bertanggung jawab.

Lebih jauh lagi, proses riset dan pembuatan APE ini memberikan pelajaran penting bahwa perubahan perilaku bukan berasal dari paksaan, tetapi dari pengalaman yang menyentuh, dialog yang jujur, dan refleksi yang mendalam. Apa yang dimulai dari permainan, bisa menjadi awal perubahan nyata dalam hidup para santri.

Semoga APE Lari dari Masalah terus berkembang, digunakan di pesantren-pesantren lain, dan menjadi inspirasi dalam mendidik generasi muda dengan cara yang lebih manusiawi dan bermakna.

Di tulis oleh :

Arike Amanda Syaqofa, Ridho Abdillah, Retha Putri Wilujeng, Intan Yanrisyah Putri
Dosen Pembimbing Lapangan: Rizki Dwi Bakhtiar Surin, S.Psi., M.Psi.,

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun