Bagi pemilik Warkop Merdeka, ada atau tidak pengunjung tidak boleh membuatnya menjadi pesimis menghadapi hidup. Jika ada satu atau dua, sang pemilik begitu serius menyajikan secangkir kopi. Kopi tidak lagi menjadi komoditi, tetapi lebih pada kesyukuran hidup.
Besar kecilnya materi yang didapat dari usaha warkop tidak bisa disamaratakan. Bisa jadi disebut berukuran kecil bagi orang yang tidak bisa menikmati hidup akan tetapi dimaknai "besar" dan berlimpah bagi mereka yang mensyukuri kehidupan.
"Funiculi Funicula": Kisah-kisah yang baru terungkap, sebuah novel yang ditulis Toshikazu Kawaguchi (Gramedia Pustaka Utama, 2022) begitu apik menceritakan warkop di sebuah gang sempit di Kota Tokyo, Jepang.
Keberadaan warkop menurut peraih Japan Booksellers Award 2017 itu tidak saja menjadi tempat orang-orang ingin menjelajahi waktu tetapi juga merangkai masa depan dalam angan.
"Kenyataan memang akan tetap sama. Namun dalam singkatnya durasi sampai kopi mendingin, mungkin masih tersisa waktu bagi mereka untuk menghapus penyesalan, membebaskan diri dari rasa bersalah, atau mungkin melihat terwujudnya harapan...."
*Ari Junaedi adalah akademisi, konsultan komunikasi & kolomnis
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI