Mohon tunggu...
Ari Indarto
Ari Indarto Mohon Tunggu... Guru - Guru Kolese

Peristiwa | Cerita | Makna

Selanjutnya

Tutup

Love Pilihan

Pacaran Itu Bukan Dosa

8 November 2022   16:22 Diperbarui: 8 November 2022   16:29 143
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Love. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Prostooleh

Masa berpacaran pun tumbuh manusiawi sebagai salah satu proses mewujudkan keingintahuan dan kemendalaman relasi untuk saling memahami.

Status sebagai makhluk sosial mengharuskan setiap manusia tidak akan lepas dari manusia lain. Ketika menginjak remaja keinginan untuk menjalin hubungan serius pun tercipta. Laki-laki suka wanita atau sebaliknya adalah hal yang biasa. 

Ketika bukan lagi dianggap sebagai anak, remaja perlu identitas diri, kemandirian, dan perlu keterikatan dengan orang lain, bahkan lawan jenis. Memahami perlu waktu, maka tidak ada target sampai kapan sebenarnya pacaran itu akan dianggap final.  

Berpacaran sebenarnya merupakan sebuah proses untuk saling memahami, menggali dan mengerti kebisaan dan ketidakbiasaan orang yang kita bercaya berdasarkan rasa hati yang mendalam. 

Namun, dalam dunia modern yang serba instan dengan ramuan media sosial yang begitu kuat, seolah definisi usang itu pun mulai berubah. Apalagi pemahaman orang tua pun berbeda-beda. 

Ada anggapan bahwa tidak perlu pacaran untuk menjadi keluarga, tidak perlu pacaran untuk saling memahami insan berdua. Kita hanya butuh saling mengerti dan saling memahami. 

Toh, banyak keluarga bahagia tanpa pacaran atau banyak keluarga berantakan meski pacaran sudah bertahun-tahun. Begitulah kira-kira pembenaran yang sering terjadi di masyarakat kita. 

Meski sebenarnya inti dari pacaran adalah bagaimana kita mengerti betul kekurangan dan kelebihan orang yang kita cintai. Namun,  empati dan peduli menjadi salah satu cara untuk tetap mempertahan  hubungan. Apalagi jika sudah komitmen untuk berkeluarga. Rasanya keluarga bukan lagi sebagai hiburan belaka. Keluarga akan menjadi rahmat yang terbaik dari Yang Maha Kuasa.  

Menjadi Orang Tua bagi Remaja

Menjadi orang tua memang dituntut untuk bersabar menghadapi anak-anak yang dalam masa pertumbuhan. Menuntun anak, terbuka kepada anak dan berdiskusi dengan anak adalah kekayaan sebagai sebuah keluarga. 

Ketika kita memahami bahwa perjalanan hidup  ibarat menaiki sebuah tangga, naik satu per satu dan kita merasakan bahwa tenaga sungguh dibutuhkan untuk sampai ke lantai dua atau tiga. Meski yang lain terkadang merasakan bahwa kehidupan seperti halnya menaiki lift. Begitu masuk kita sampai di tujuan. 

Pacaran bukan sarana seperti halnya lift. Pacaran itu seperti menaiki tangga, selalu butuh tenaga dan juga tujuan. Maka, berapa banyak tangga yang bisa dilalui adalah berapa kesulitan kita memahami orang lain, termasuk orang yang paling kita cintai.  

Berbagai pandangan dan pemberitaan yang berkembang kadang membuat orang tua begitu kuatir dan kembali bertanya-tanya, seberapa pentingkah pacaran untuk remaja kita? Apakah benar bisa menjadi sarana untuk mendekatkan dua insan untuk mempersiapkan rumah tangga? Jawaban pun akan beragam. Ada yang sanksi, optimis dan tak peduli. "Ngapain repot-repot pacaran, boros di ongkos,"

Ketika anak kita pacaran, tentunya harapan kita sebagai orang tua, anak-anak kita akan tahu persis siapa sebenarnya tambatan hatinya. Kita menginginkan dia untuk selalu menjaga martabat remajanya, menjaga nama baik keluarga dan juga agama. 

Tapi, terkadang kita bingung ketika anak mulai berpacaran. Kita kadang merasa anak kita jadi pendiam, mengurung diri di kamar, tidak mau berbuat apa-apa, sekolah pun tidak ada motivasi, bahkan prestasi semakin hari semakin menurun. Jika ini terjadi, sudahkah kita hadir untuk dia?  

Apalagi begitu banyak kata tetangga; dengan pacaran, apakah anak kita bisa memahami dan mendukung satu sama lain, apakah mereka punya rasa percaya diri untuk masuk kepada kedewaan pribadi, apakah ia sanggup untuk hidup mandiri untuk mengarungi berbagai macam persoalan yang tidak pernah selesai dalam hidupnya. Karena sekolah dan kursus dimanapun tidak akan pernah mengajarkan hal ini. 

Kurikulum Keluarga

Rasanya tidak ada satu pun lembaga yang mengajarkan atau memberikan bimbingan tentang cara berpacaran. Lalu, siapa sebenarnya yang ikut andil untuk mengajarkan etika, norma dan aturan tentang pacaran. Tentu saja, ya orang tua. Bagaimana mengajarkan kurikulum pacaran untuk anak-anak kita? Tentu saja orang tua harus terbuka dan siap menjadi teman untuk anak remaja kita. 

Ciptakan ruang untuk saling bercerita, ketika di rumah, ciptakan ruang makan sebagai sarana untuk menyampakan banyak hal, cerita tentang siapa yang dicintai, atau pengalaman orang tua ketika berpacaran. Bisa masak bersama, bisa bersih-bersih bersama.

Disana ada ruang untuk bercerita. Disana ada kesempatan untuk menyampaikan unek-unek. Ruang informal yang menyentuh anak untuk tertarik bercerita. Bukan dengan intimidasi atau interogasi, seperti mencari sisik melik. 

Pacaran bukan sebagai kesalahan, apalagi dianggap sebagai dosa. Karena pandangan belum cukup umur, karena pengaruh berbaga berita negatif tentang pacaran. Orang tua bijak selalu diuji dan  selalu berharga di depan buah hatinya. 

Bukan hanya di rumah. Begitu banyak kesempatan yang bisa kita ciptakan. Saat mengantar anak ke sekolah, atau bahkan ada banyak orang tua yang mengantar anaknya kuliah. Itulah kesempatan untuk terbuka. 

Turunkan ego, karena ketika di luar rumah bisa saja anak kita merasa sebagai seorang panglima, jenderal atau raja bagi pacarnya. Dia mempunyai kekuasaan yang tiada batas. 

Di situlah sebenarnya kita punya kesempatan untuk menyentuhnya, menyentuh hatinya. Tanyakan sesuatu yang ingin diketahui, jawablah yang ditanyakan dan ingin diketahui si anak. Bukan malah kita menjadi penguasa; anak tanya ini jawabannya itu, anak tanya itu jawabannya ini. 

Ketika bercerita anak tidak sedang ujian. Anda pun tidak perlu banyak komentar seperti komentator bola. Anak tanya apa, jawaban orang tua apa, bahkan muncul perintah ini-itu. Kalau sudah begitu, anak kita diam dan tidak bicara apa-apa. 

Orang tua perlu memberikan kesempatan untuk remaja mewujudkan relasi otentiknya. Dia akan menunjukkan kedewasaan ketika mampu berkomunikasi dengan orang terdekatnya. Sebagai orang tua, kita mendukung, percaya, dan berdoa, bahwa menuju kedewasaan pun seorang anak perlu tertatih-tatih dan berjuang. Hari ini,  kamu baru akan melewati satu tangga kehidupan, anakku. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Love Selengkapnya
Lihat Love Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun