Di Balik Lekuk Tubuh
Aku melihat ada hasrat, tergambar nyata, jadi perantara suka atau tidak. Kita dipaksa memberikan penilaian, dalam ocehan, selentingan, atau sekedar umpatan dengan cibir kekecewaan
Ada pujian berikut penyukanya
Ada koreksi dan seabreg pembenci
Lekuk tubuh begitu jelas ia sampaikan
Hanya daging dan tulang, hanya kulit dan baju tipis, penutup kepalsuan
Semua juga merasa
Satu jadi pemilik setiap rasa
Dengan pendidikan tinggi, ia kenakan baju rapi
Dengan pengalaman hidup, sanggul disemat bertangkup-tangkup
Dan dengan kesedihan, terbelangahlah kesabaran
Saat asa mulai menipis, batas dua garis
Lekuk tubuh meliuk-liuk camuh
Dan gamang memanas seperti ikan dalam panggangan
Lekuk tubuh mewakili hampir di setiap lini
Hidup memang terbagi-bagi
Seperti gaji karyawan, pimpinan, atasan, hingga buruh serabutan
Demikian kendaraan dan pegangan
Lekuk tubuh memenuhi panggung pertunjukan
Seperti tempat bermalam gratis di Korea, ada hanya dalam drama
Lengkap dengan sauna
Juga selimut dan baju hangat lainya
Lekuk tubuh penonton dibuat terkesima
Menjadi pembanding
Menjadi mimpi terpelanting
Atau indeks bunuh diri, di Korea Selatan, Guyana, Jepang, Rusia, dan Lithuania
Hadir jadi lekuk tubuh negara dewasa
Kita diminta bercermin,
Sementara menatap wajah sendiri kemudian malu mengakui
Ketika seorang anak gadis berkata pada ibunya, "Ma, lekuk tubuh mama jangan transparan. Kasian jika ada yang rusak mereka punya penglihatan."
"Kamu anak kecil tau apa?" bentak mama seolah paling benar kelakuannya
Lalu lekuk tubuh jadi harga
Kita bisa saja berkata, "Masa bodoh dengan semuanya. Yang penting apa yang saya lakukan tidak merugikan yang lainnya."
Apakah lekuk tubuh seperti ini layak diwariskan pada generasi setelahnya?
Tb, 7 Maret 2021