Mohon tunggu...
arifin usman Mursan
arifin usman Mursan Mohon Tunggu... USA LAWFIRM is employment consultant that helps workers who have difficulties in employment agreements, employment relationships or unfulfilled rights and obligations. provides advice and legal steps in resolving any problems in employment including providing legal assistance to companies in terms of collective agreements, bipartite and tripartite discussions related to industrial relations disputes in any industry, especially the Indonesian oil and gas industry

LABOR LAW AND INDONESIA EMPLOYMENT LAW

Selanjutnya

Tutup

Politik

Serangan Balik Koruptor dan Urgensi RUU Perampasan Aset

3 September 2025   13:21 Diperbarui: 3 September 2025   13:21 23
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Opini: Serangan Balik Koruptor dan Urgensi RUU Perampasan Aset

Penulis: Usman Arifin M, SH, MH.

Pemerintahan saat ini tengah gencar membersihkan ruang-ruang gelap tempat para koruptor bersembunyi. Satu per satu pintu kekuasaan yang dulu dijadikan ladang basah kini mulai ditutup rapat. Langkah tegas ini jelas mengusik kepentingan banyak pihak yang selama ini nyaman menikmati hasil haram. Mereka tidak tinggal diam. Serangan balik pun mulai terasa. Bukan lagi lewat jalur hukum atau argumentasi rasional, melainkan melalui cara-cara kotor: menunggangi aksi massa, memprovokasi kericuhan, hingga mencoba menurunkan wibawa pemerintah dengan perbuatan anarkis di jalanan.

Aksi gaduh kemarin hanyalah salah satu tanda bahwa perburuan para koruptor semakin tepat sasaran. Semakin keras mereka melawan, semakin jelas siapa yang merasa terancam. Inilah pertarungan antara kepentingan segelintir orang melawan komitmen pemerintah untuk menjaga uang rakyat dan masa depan bangsa. Pemerintah tidak boleh gentar. Justru gelombang perlawanan ini menjadi bukti bahwa agenda bersih-bersih sedang berada di jalur yang benar. Dan rakyat---yang sudah terlalu lama menjadi korban kerakusan---akan menilai sendiri siapa yang benar-benar berjuang demi negeri, dan siapa yang bersembunyi di balik asap demo anarkis untuk mempertahankan privilese korup.

RUU Perampasan Aset 2025
RUU Perampasan Aset 2025

Pemerintahan Presiden Prabowo sedang menghadapi pertarungan serius. Di satu sisi, ada tekad kuat untuk membenahi negara dari warisan praktik korupsi yang telah mencengkeram begitu dalam. Di sisi lain, ada resistensi keras dari mereka yang merasa kepentingannya terancam. Tanda-tandanya kini makin kentara: aksi-aksi jalanan yang berujung anarkis, narasi yang merendahkan wibawa pemerintah, hingga manuver-manuver politik yang berusaha menggembosi agenda pemberantasan korupsi. Fenomena ini bukan hal baru. Setiap kali negara mengambil langkah tegas melawan korupsi, selalu ada serangan balik. Korupsi bukan sekadar perilaku individu yang tamak, melainkan sebuah ekosistem. Ia melibatkan jejaring kepentingan, lintas sektor, lintas generasi, bahkan lintas kekuasaan. Karena itu, ketika pemerintah mulai menutup celah dan mengganggu kenyamanan mereka, reaksi balik muncul dengan berbagai wajah.

Kericuhan dalam demonstrasi yang terjadi beberapa waktu lalu, misalnya, bukan sekadar ekspresi politik biasa. Ada indikasi bahwa sebagian aksi itu ditunggangi kepentingan yang lebih gelap: menurunkan wibawa pemerintah agar perburuan koruptor melemah. Tindakan anarkis menjadi panggung untuk mengalihkan isu utama---yakni keberanian pemerintah menindak mereka yang selama ini merampok uang rakyat.

RUU Perampasan Aset: Senjata yang Ditakuti

Di tengah dinamika ini, ada satu agenda besar yang tampaknya paling membuat para koruptor gusar: Rancangan Undang-Undang Perampasan Aset. RUU ini menjadi momok, karena menyasar inti kekuasaan koruptor yaitu harta yang dimilikinya. Selama ini, pemberantasan korupsi kerap terhambat oleh prosedur hukum yang panjang dan berliku. Banyak kasus berakhir dengan vonis ringan, sementara aset hasil kejahatan tak sepenuhnya kembali ke negara. Akibatnya, koruptor tetap bisa hidup nyaman, bahkan setelah menjalani hukuman. RUU Perampasan Aset hadir untuk menutup celah itu. Prinsip dasarnya sederhana: negara harus bisa menyita aset yang diduga berasal dari tindak pidana, meskipun pelakunya belum dijatuhi vonis pidana. Mekanisme ini dikenal dengan istilah non-conviction based asset forfeiture. Dengan pendekatan ini, fokus bukan lagi sekadar memenjarakan pelaku, melainkan mengembalikan kerugian negara secara cepat dan efektif. Tak heran jika RUU ini memicu resistensi keras. Bagi para koruptor, hukuman penjara mungkin bisa ditoleransi. Tetapi kehilangan harta---simbol kekuasaan dan kenyamanan hidup---itulah yang paling ditakuti. Karena itu, upaya menggagalkan atau menunda pengesahan RUU ini akan selalu muncul, baik melalui manuver politik di parlemen, maupun dengan cara-cara yang lebih halus: menggiring opini publik bahwa RUU ini rawan disalahgunakan.

Serangan Balik yang Terbaca

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun