Rektorat dan dekanat dapat membuat regulasi yang mewajibkan penulisan tugas akhir dalam Bahasa Indonesia, kecuali dalam program internasional. Selain itu, seminar ilmiah dan kuliah umum bisa diprioritaskan dalam bahasa nasional, agar mahasiswa terbiasa menyampaikan argumen akademik dengan cara yang lebih kontekstual.
2. Revitalisasi Jurnal Nasional
Pengelola jurnal nasional harus terus meningkatkan kualitas editorial dan naskah, termasuk dengan menyesuaikan gaya selingkung agar tetap ilmiah tapi komunikatif. Jurnal-jurnal SINTA harus menjadi alternatif kredibel yang sejajar dengan jurnal asing, bukan hanya pelengkap administratif.
3. Literasi Akademik Bahasa Indonesia
Banyak mahasiswa dan dosen mengaku kesulitan menulis akademik dalam Bahasa Indonesia karena kurangnya pelatihan. Maka pelatihan menulis ilmiah berbahasa Indonesia perlu menjadi bagian dari kurikulum wajib, bukan kegiatan ekstrakurikuler belaka. Kelas "retorika ilmiah" atau "penulisan akademik Bahasa Indonesia" bisa diintegrasikan ke dalam mata kuliah metodologi penelitian.
4. Pengembangan Kosakata Ilmiah
Badan Bahasa perlu terus memperbarui dan menyosialisasikan glosarium ilmiah lintas disiplin. Banyak istilah asing bisa diadaptasi tanpa kehilangan makna, asalkan ada kemauan dan kesepakatan di kalangan akademisi.
5. Insentif Karya Ilmiah Berbahasa Indonesia
Pemerintah dan kampus harus memberi penghargaan yang layak bagi peneliti yang menulis dalam Bahasa Indonesia---terutama jika karya mereka berdampak pada kebijakan publik, pengembangan masyarakat, atau pendidikan di daerah.
Refleksi: Antara Bahasa, Ilmu, dan Kedaulatan
Kita tidak bisa berbicara tentang kedaulatan bangsa jika kita menyerahkan seluruh proses berpikir dan menulis kita pada bahasa yang bukan milik kita sendiri. Bahasa Indonesia bukan bahasa minor. Ia adalah bahasa yang dipakai lebih dari 270 juta orang, dengan potensi menjadi bahasa regional Asia Tenggara dan bahkan internasional. Tapi untuk itu, kita harus terlebih dahulu menghargainya di dalam negeri.