Mohon tunggu...
Ari Siswanto
Ari Siswanto Mohon Tunggu... Metro, Lampung

Namaku Ari Siswanto, biasa di panggil Cibling Or Cebleng. Hobi: Tidur di Goa

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Surat untuk Pugung Raharjo

14 Oktober 2025   00:41 Diperbarui: 14 Oktober 2025   00:41 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Situs Cagar Budaya, Taman Purbakala, Lampung Timur (Foto: Ari Siswanto) 

Kepada engkau, Pugung Raharjo,
yang berdiri di dataran tinggi delapan puluh hingga seratus meter,
dikelilingi sawah, hutan, sungai, dan karet,
aku menulis dengan tangan yang gemetar,
karena sejarahmu terlalu panjang untuk ditampung satu napas.

engkau pertama kali "ditemukan" kembali
oleh Barno, Sardi, Karjo, Kodiran, Sawal.
parang mereka menebas rimba tahun 1957,
dan sebuah arca Bodhisattva
duduk di padmasana,
sembilan puluh satu sentimeter tingginya,
muncul bagai do'a ribuan tahun yang terjaga.

Aku membayangkan langkah Drs. Buchori tahun 1968,
memetakan tanahmu,
lalu R.P. Soejono tahun 1974
menggali punden berundakmu,
membuka benteng tanah
Seribu dua ratus lima puluh meter panjangmu,
parit lima meter dalammu,
seakan membuka dada yang menyimpan rahasia perang.

Aku menyapa punden berundakmu
empat, enam, tujuh teras yang menampung do'a.
Aku menunduk pada dolmen dan batu mayat.
aku menyentuh menhir,
arca menhir yang menyerupai wajah manusia,
aku berlutut di tepi kolam megalitikmu,
membaca air yang tak pernah kering.

Aku mendengar denting vajra,
gema stupa yang runtuh,
dan keramik Dinasti Han, Tang, Sung, Yuan, Ming,
juga dari Vietnam dan Thailand,
berserakan sebagai bukti bahwa engkau
adalah simpul jalur maritim,
tempat dagang dan do'a menyatu.

Lalu aku menemukan nisan dengan tulisan Arab,
kuburan muslim di tanahmu,
sebuah peralihan lembut,
Do'a baru hadir tanpa menghapus do'a lama,
hanya mengganti arah wajah.

Wahai Pugung Raharjo,
kau bukan sekadar situs,
kau adalah kitab hidup
Megalitikum bernyanyi di punden,
Hindu-Buddha bergema di arca,
Islam berbisik di nisan.
Kau adalah saksi kontinuitas,
dari kapak batu hingga manik kaca,
dari dolmen hingga candi bata,
dari doa leluhur hingga salam suci.

Maka izinkan aku menulis surat ini
bukan hanya untukmu,
tetapi juga untuk para leluhur yang menjaga,
untuk anak cucu yang akan membaca,
agar mereka tahu
di tanah Lampung Timur,
ada benteng tanah, punden, dolmen,
arca Bodhisattva, nisan tua,
yang tak boleh dilupakan.

Salamku untukmu, Pugung Raharjo
aku menutup surat ini
dengan janji
selama kata masih hidup,
namamu tak akan hilang.

Ditulis oleh generasi abad ke 21:

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun