Mohon tunggu...
Rahmat Hidayat
Rahmat Hidayat Mohon Tunggu... owner Tinta yang bercerita dan RekGalauWae.co.id -

owner Tinta yang bercerita

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Perempuan yang Terbuat dari Air Mata

2 Oktober 2017   12:10 Diperbarui: 2 Oktober 2017   12:26 505
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

"Kau yakin? Cobalah!"

'Menyelam di genangan yang tak lebih dalam dari mata kaki? Apakah ini sebuah mimpi buruk yang konyol?' Aku menggerutu dalam hati, karena tak mungkin mengucap hal seperti itu pada seorang perempuan.

Rasa penasaran itu muncul. Mendorongku kuat untuk mendekati genangan. Dengan ragu-ragu mulai kumasukan kepala, badan dan seluruh tubuh. Ini memang aneh, aku bisa berenang ke sana ke mari dengan leluasa dan ... aku bisa bernafas di dalamnya.

Aku menyelam terus, semakin ke dalam, hingga terlihat sebuah titik yang sangat terang. Perlahan kudekati dan ... hap! Aku mendapatkannya.

*****

'Hujan memainkan nada-nada kerinduan, rinainya seperti simponi, menyibak tira-tirai yang selalu ingin kututup, yang ingin kusembunyikan jauh di dalam hati. Di dalam lipatan-lipatan yang tak akan pernah tersentuh siapa pun.'


'Lelaki ceroboh, bodoh dan tak pernah peka! Harus kupanggil apa lagi kamu, Ar? Lelaki yang entah sejak kapan masuk ke otakku. Hingga bayanganmu terus mengelilingi pikiranku. Apa cinta ini salah? Apa penantian tanpa dasar ini masih pantas kuharapkan? Sedangkan tak ada sedikit pun cahaya yang dapat kusentuh sebagai harapan. Sejujurnya aku tak paham. Mengapa aku masih mengharap hatimu yang entah akan berlabuh di mana. Aku merindukanmu lebih dari apa yang terasa, lebih dari yang aku tau, bahkan sebelum aku sempat menyadarinya.'

'Aku mungkin egois karena belum bisa melupakanmu dan merelakan takdir. Tapi Ar, aku tak bisa membohongi diriku sendiri. Meski tak terucap, meski tak pernah terkata, aku ... menginginkanmu. Mustahil terwujud memang, namun itu sudah jadi kebodohanku.'

'Andai ingatan hanya sekumpulan pasir di hidupku. Aku akan berusaha sekuat mungkin membuangnya, meski hanya menggunakan kedua tangan, aku akan mengangkatnya hingga aku tak bisa mengangkat apa pun.'

'Ar, rasa rindu ini telah menyekapku pada kehampaan; hingga aku terkunci. Ada debur-debur ombak yang menghantam pikiranku. Aku ingin air asin ini menghapus namamu, wajahmu, katamu, matamu, juga senyummu yang terus saja mengikatku pada resah, hingga tetes air mata pun menemani.'

'Harusnya aku sadar, saat tangan terbuka untuk memeluk, mata terbuka untuk saling menatap, telinga terbuka untuk mendengar. Saat itu pula aku harus menguatkan hati, untuk menerima kenyataan.'

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun