Mohon tunggu...
Arfi Zon
Arfi Zon Mohon Tunggu... Penulis - PNS dan Penulis

Seorang Pegawai Negeri Sipil yang hobi menulis

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Uwakku Kaya tapi Suka Menghina

25 Juni 2021   20:30 Diperbarui: 25 Juni 2021   20:32 201
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash


"Heh, Amin, apa Bapakmu ndak bisa berusaha cari uang selain ngutang lagi ngutang lagi, hah?" semprot Wak Imron sambil membanting seikat uang kertas di meja, persis di depan hidungku.

"Bacot Bapakmu aja bilang hutang. Paling nanti, kalau sudah jatuh tempo gak sanggup bayar! Selalu begitu, kan? Udah! Ambil aja, tuh, uang!" omelnya lagi sambil mendelik menyebalkan.

Aku cuma tersenyum getir menanggapi omelan Uwakku itu. Ketika "tangan di bawah" tentu cuma bisa pasrah makan omelan orang yang "tangannya di atas". Bahkan andai dicaci-maki sekalipun terpaksa ditelan saja mentah-mentah.

Ini memang sudah kesekian kalinya Wak Imron ngasih uang untuk bayaran uang semesterku. Aku tak punya pilihan lain selain minta bantuan abang tertua Bapakku itu.

Omelannya tadi memang tak salah. Betul, Bapak sering ngutang padanya dan selalu tak mampu membayar.

Bapak cuma buruh tani. Penghasilannya hanya cukup untuk makan kami sekeluarga sehari-hari. Itu pun Ibu ikut membantu-bantu. Untuk membiayai kuliahku jelas tak sanggup. Akhirnya, Wak Imron, yang boleh dibilang tajir untuk ukuran kampung ini, selalu jadi tempat Bapak mengadu tiap aku harus bayar uang semesteran.

Awalnya, Bapak sendiri yang datang ke rumah Wak Imron untuk meminjam uang. Selalu dikasih memang. Akan tetapi, Bapak tak tahan dengan omelan kakaknya itu.

Uwak selalu saja menyodorkan uang sambil 'ngedumel' dengan kata-kata kasar bahkan menghina.

Pernah dia bilang kami ini keluarga tak tahu diri. Udah jelas miskin, anak sok dikuliahkan pula.

Pernah pula Bapak dibilang bodoh, karena tak mampu mencari pekerjaan yang menghasilkan uang lebih banyak.

Apalagi kemudian, ketika Bapak tak pernah sanggup membayar hutang-hutang itu, kata-kata Uwak makin kasar menghunjam jantung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun