Jalan pagi santai berkeliling jalanan desa sekitar Gua Selarong tempat persembunyian Pangeran Diponegoro dalam Perang Jawa 1825-1830 memang sungguh asyik.
Jalan di antara bukit kapur yang masih rindang dengan pohon sawo yang banyak ditanam penduduk di halaman depan rumah menambah keasrian lingkungan.
Saat di Bantul, dua hari sekali kami jalan kaki sejauh 5-6 km dengan santai selama satu setengah jam. Menurut aplikasi di hape,kalori dalam tubuh yang terbakar sekitar 300 kcal.
Lumayan bisa sedikit mengecilkan lingkar perut yang mulai gendut di usia mendekati kepala tujuh.
Separuh perjalanan biasanya kami membeli nasi bungkus untuk sarapan di rumah. Paling sering kami beli nasi gudeg sederhana atau gethuk ala Yogyakarta.
Gudeg sederhana, saya sebut demikian karena hanya olahan tewel atau nangka muda dengan bumbu gudeg. Tak ada tambahan sayur lain.
Lauknya berupa tempe dan tahu bacem dijual terpisah seharga lima ratus rupiah per biji.
Sebungkus nasi atau bubur gudeg, tambah sayur bihun, dan kuah hanya empat ribu rupiah. Jadi sebungkus lengkap dengan dua lauk tempe atau tahu bacem hanya lima ribu rupiah. Murah sekali.
Yogyakarta memang dikenal sebagai kota gudeg dengan cita rasa cenderung manis. Namun demikian menemukan penjual nasi gudeg di kaki lima atau warung-warung kecil atau angkringan tidaklah mudah. Lebih banyak ditemui pedagang soto segar, bakmi Jawa, lontong kupat, sate, dan nasi kucing.
Dari tempat tinggal kami di Jipangan hingga Pasar Bantul yang berjarak lebih kurang 4 km hanya ada dua penjual nasi gudeg. Bahkan di dalam Pasar Bantul tidak ada yang menjual. Mungkin warga Yogyakarta sendiri sudah bosan dengan gudeg.
Salah satu penjual gudeg sederhana ini berada di Dukuh Geblak sebelah kanan Puskesmas Bantul II.
Sebut saja nama penjualnya Mbok Saripah sesuai yang diakui ketika kami berbincang saat membeli.
Sudah puluhan kali saya membeli di sini saat jalan kaki atau ngepit alias gowes. Hanya saja tidak pernah makan di tempat karena warungnya terbuka. Pembelinya pun kebanyakan untuk santapan di rumah atau bekal bekerja.
Pernah sekali menyantap di tempat tapi terasa kurang nyaman ketika sedang menikmati ada enam ibu-ibu yang membeli untuk dibawa pulang. Rasanya seperti dikerumuni orang. Jadi grogi untuk menyantap.
Selain menjual nasi gudeg, tempe tahu bacem, telor dadar, dan ayam goreng; Mbok Saripah juga menjual gethuk ala Yogya. Gethuk ala Yogya beda dengan gethuk lainnya yang cenderung manis atau gurih.
Gethuk Yogya seperti juga gethuk di tempat lain terbuat dari singkong rebus atau ditanak kemudian ditumbuk tetapi hanya dengan garam dan gula yang sedikit sekali. Orang Jawa menyebut rasanya anyep atau tawar.
Bila ingin ada rasa gurih atau manis maka saat memakan harus ditutul-tutulkan garam atau gula. Sesuai selera.
Selera saya, gethuk tersebut dikepal-kepal dan diisi irisan gula merah lalu digoreng. Jadilah goplem.