Mohon tunggu...
Ardi Bagus Prasetyo
Ardi Bagus Prasetyo Mohon Tunggu... Praktisi Pendidikan

Seorang Pengajar dan Penulis lepas yang lulus dari kampung Long Iram Kabupaten Kutai Barat. Gamers, Pendidikan, Sepakbola, Sastra, dan Politik

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Beberapa Cara dalam Pengelolaan Aspek Pendidikan di Negara Maju yang Tak Diketahui Banyak Orang

17 Maret 2025   08:00 Diperbarui: 8 Maret 2025   11:54 85
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(https://jeducation.co.id/sistem-pendidikan-di-jepang)

Pendidikan adalah salah satu pilar utama kemajuan suatu bangsa. Negara-negara maju seperti Finlandia, Jepang, Singapura, dan Kanada sering kali menjadi rujukan dalam hal sistem pendidikan yang efektif dan inovatif. Namun, di balik kesuksesan mereka, ada beberapa praktik pengelolaan aspek pendidikan yang mungkin belum banyak diketahui orang. Praktik-praktik ini tidak hanya berkaitan dengan kurikulum, tetapi juga melibatkan pendekatan holistik terhadap siswa, guru, dan lingkungan belajar. Berikut adalah beberapa cara unik yang diterapkan di negara-negara maju dalam mengelola aspek pendidikan.

1. Fokus pada Kesejahteraan Siswa, Bukan Hanya Akademik

Di Finlandia, yang sering dinobatkan sebagai negara dengan sistem pendidikan terbaik di dunia, kesejahteraan siswa menjadi prioritas utama. Sekolah-sekolah di Finlandia tidak hanya mengejar nilai akademik, tetapi juga memastikan bahwa siswa merasa bahagia dan nyaman. Misalnya, jam sekolah di Finlandia relatif pendek, yaitu sekitar 4-5 jam per hari. Hal ini bertujuan untuk mengurangi stres dan memberikan waktu bagi siswa untuk bermain, bersosialisasi, dan mengeksplorasi minat mereka di luar sekolah.

Selain itu, Finlandia juga menerapkan kebijakan "no homework" atau tanpa pekerjaan rumah untuk siswa di tingkat dasar. Alih-alih membebani siswa dengan tugas, mereka lebih fokus pada pembelajaran yang bermakna di dalam kelas. Hasilnya, siswa Finlandia justru menunjukkan performa akademik yang tinggi dalam tes internasional seperti PISA (Program for International Student Assessment).

2. Pelatihan Guru yang Ketat dan Berkelanjutan

Di Singapura, guru bukan hanya sekadar profesi, tetapi sebuah panggilan yang sangat dihormati. Untuk menjadi guru di Singapura, seseorang harus melalui proses seleksi yang ketat dan pelatihan yang intensif. Calon guru harus lulus dari National Institute of Education (NIE) dan menjalani program pelatihan selama setahun sebelum benar-benar mengajar di kelas.

Tidak hanya itu, guru-guru di Singapura juga mendapatkan pelatihan berkelanjutan selama karir mereka. Pemerintah Singapura mengalokasikan dana besar untuk pengembangan profesional guru, termasuk pelatihan dalam metode pengajaran terbaru dan penggunaan teknologi di kelas. Hal ini memastikan bahwa guru selalu update dengan perkembangan pendidikan dan mampu memberikan pengajaran yang berkualitas tinggi.

3. Pendidikan Karakter yang Diintegrasikan dalam Kurikulum

Jepang dikenal tidak hanya karena keunggulan akademiknya, tetapi juga karena penekanan pada pendidikan karakter. Di sekolah-sekolah Jepang, siswa diajarkan nilai-nilai seperti disiplin, tanggung jawab, dan kerja sama sejak dini. Salah satu praktik unik yang diterapkan adalah sistem "tban," di mana siswa bergiliran membersihkan kelas dan area sekolah. Kegiatan ini tidak hanya mengajarkan tanggung jawab, tetapi juga menumbuhkan rasa memiliki terhadap lingkungan sekolah.

Selain itu, Jepang juga mengintegrasikan pelajaran moral (dotoku) dalam kurikulumnya. Pelajaran ini mencakup topik-topik seperti etika, empati, dan kepedulian terhadap orang lain. Pendidikan karakter ini dianggap sama pentingnya dengan pelajaran akademik, karena bertujuan untuk membentuk siswa yang tidak hanya cerdas, tetapi juga berintegritas.

4. Penggunaan Teknologi yang Bijaksana

Kanada adalah salah satu negara yang sukses mengintegrasikan teknologi dalam pendidikan tanpa mengorbankan interaksi manusia. Di sekolah-sekolah Kanada, teknologi digunakan sebagai alat bantu, bukan pengganti guru. Misalnya, banyak sekolah yang menggunakan platform digital untuk memantau perkembangan siswa secara real-time, sehingga guru dapat memberikan umpan balik yang lebih personal dan tepat waktu.

Namun, Kanada juga sangat berhati-hati dalam penggunaan teknologi. Mereka membatasi waktu layar (screen time) untuk siswa, terutama di tingkat dasar, agar tidak mengganggu perkembangan sosial dan emosional anak. Selain itu, sekolah-sekolah di Kanada juga mengajarkan literasi digital kepada siswa, termasuk bagaimana menggunakan teknologi secara bertanggung jawab dan kritis.

5. Kolaborasi antara Sekolah, Orang Tua, dan Masyarakat

Di negara-negara Nordik seperti Norwegia dan Swedia, kolaborasi antara sekolah, orang tua, dan masyarakat sangat dihargai. Sekolah-sekolah di sana sering mengadakan pertemuan rutin dengan orang tua untuk membahas perkembangan anak, bukan hanya dari segi akademik, tetapi juga sosial dan emosional. Orang tua dianggap sebagai mitra penting dalam proses pendidikan anak.

Selain itu, masyarakat juga dilibatkan dalam kegiatan sekolah. Misalnya, di Norwegia, banyak sekolah yang mengundang profesional dari berbagai bidang untuk berbagi pengalaman dengan siswa. Hal ini tidak hanya memperkaya wawasan siswa, tetapi juga membantu mereka memahami relevansi pelajaran dengan dunia nyata.

6. Kurikulum yang Fleksibel dan Berbasis Minat

Di Australia, kurikulum pendidikan dirancang untuk fleksibel dan mengakomodasi minat serta bakat siswa. Siswa diberikan kebebasan untuk memilih mata pelajaran yang sesuai dengan minat mereka, terutama di tingkat menengah atas. Misalnya, siswa yang tertarik di bidang seni dapat mengambil lebih banyak kelas seni, sementara yang tertarik di bidang sains dapat fokus pada mata pelajaran terkait.

Fleksibilitas ini juga terlihat dalam metode penilaian. Di Australia, penilaian tidak hanya berdasarkan ujian tertulis, tetapi juga melalui proyek, presentasi, dan portofolio. Hal ini memungkinkan siswa untuk menunjukkan kemampuan mereka dalam berbagai bentuk, tidak hanya melalui tes.

7. Lingkungan Belajar yang Inklusif

Di Kanada dan beberapa negara Eropa, inklusivitas adalah prinsip utama dalam pendidikan. Sekolah-sekolah di sana dirancang untuk mengakomodasi siswa dengan berbagai kebutuhan, termasuk siswa berkebutuhan khusus. Misalnya, banyak sekolah yang memiliki fasilitas ramah disabilitas, seperti lift, toilet khusus, dan ruang terapi.

Selain itu, guru-guru juga dilatih untuk mengajar di kelas inklusif, di mana siswa dengan kemampuan berbeda belajar bersama. Pendekatan ini tidak hanya membantu siswa berkebutuhan khusus untuk berkembang, tetapi juga mengajarkan siswa lain tentang empati dan keragaman.

Kesimpulan

Pendidikan di negara-negara maju tidak hanya tentang kurikulum yang canggih atau fasilitas yang lengkap. Lebih dari itu, mereka mengelola aspek pendidikan dengan pendekatan holistik yang memperhatikan kesejahteraan siswa, kualitas guru, pendidikan karakter, penggunaan teknologi, kolaborasi dengan orang tua, fleksibilitas kurikulum, dan inklusivitas. Praktik-praktik ini mungkin belum banyak diketahui, tetapi mereka memiliki dampak besar dalam menciptakan sistem pendidikan yang efektif dan manusiawi. Negara-negara lain, termasuk Indonesia, dapat belajar dari pendekatan ini untuk meningkatkan kualitas pendidikan di masa depan.

#SalamLiterasi

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun